Selasa, 26 Maret 2013

balaghoh 1

Makalah
TAQSIM AL-KALAM ILA KHABARIN WA INSYA-IN
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur
Mata Kuliah : Balaghah 1
Dosen Pengampu : Maman Dzul Iman, S. Ag., MA.



Disusun Oleh : Kelompok 2
Asep Saefudin Zuhri
Nur Yanti
Ruha Alifah

Tarbiyah/PBA – B/Semester IV
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI
CIREBON 2012

BAB I
PENDAHULUAN

Ilmu ma’ani yaitu ilmu yang dengannya kita bisa menyampaikan sesuatu yang sesuai dengan situasi dan kondisi mukhotob. Apa yang tersampaikan atau biasa disebut kalam, haruslah sesuai dengan keadaan mukhotob.
Hal pertama yang harus kita pahami dalam bidang ini yaitu kalam. Tentang apa yang akan kita sampaikan, dan bagaimana cara kita menyampaikannya. Setelah itu kita harus bisa membaca keadaan orang yang kita ajak bicara. Lalu mempertimbangkannya dalam memilih kalam seperti apa yang tepat kita sampaikan.
Makalah ini sedikitnya akan membicarakan tentang pembagian kalam itu sendiri, pengertian, isi, bentuk, dan tujuannya. Serta berbagai macam jenis keadaan mukhotob berikut penyesuaian-penyesuaiannya.

BAB II
TAQSIM AL-KALAM ILA KHABARIN WA INSYA-IN
Kalam dalam tata bahasa Arab yaitu lafadz yang tersusun yang memberi pengertian kepada mukhotob. Dalam ilmu ma’ani kalam yang tersampaikan haruslah sesuai dengan situasi dan kondisi mukhotob, atau biasa disebut ‘muqtadlol hal/ muqtadloz zohir’.
Seperti contoh ketika memuji, itu adalah saat yang tepat untuk menyampaikan kalam dalam bentuk ithnab. Atau ketika mukhotob adalah orang yang cerdas, maka kalam yang tepat untuk digunakan adalah kalam dalam bentuk ijaz. (Al-Akhdlori, 2003 : 14)
Dalam hal ini kalam terbagi menjadi dua, yaitu kalam khabar dan kalam insya’.
1. Kalam Khabar
A. Pengertian
Kalam khabar yaitu kalam yang berisi berita (informatif) yang mungkin benar dan mungkin bohong. Hal ini dilihat dari dzatiyah kalam itu sendiri, dalam arti tanpa memandang siapa yang menyampaikan kalam tersebut. (Al-Akhdlori, 2003 : 17)
Berita/ isi dari kalam khabar yaitu tentang penetapan hukum, seperti contoh: زخرف جميل (penetapan hukum indah bagi Zukhruf), atau menghilangkan hukum, seperti contoh زخرف ليس بقبيح (menghilangkan hukum jelek bagi Zukhruf).
Kalam khabar tak hanya berupa jumlah ismiyah, namun bisa juga ia berupa jumlah fi’liyah. Ketika kalam berupa jumlah fi’liyah, maka ia juga memberikan ma’na terjadinya sesuatu pada zaman tertentu. Contoh ketika seserang mengatakan امطرت السماء maka mukhotob tidak hanya memahami akan terjadinya hujan, namun ia juga memahami terjadinya hujan tersebut adalah dimasa lalu. (Ali Al-Jarim dan Musthafa Amin, 2006: 198)
B. Tujuan Kalam Khabar
Tujuan pokok dalam menyampaikan kalam khabar ada dua, yaitu:
1). Memberi faidah pada mukhotob yang tidak tahu, tentang dzat hukum. Hal ini dinamakan dengan فائدة الخبرcontoh mengucapkan زخرف جالس kepada orang yang tidak tahu bahwa Zukhruf duduk.
2). Memberi faidah pada mukhotob, bahwa mutakallimpun mengerti/ tahu tentang apa yang ia ucapkan, ini dinamakan dengan لازم الفائدة (Haddam Banna’, 1405: 14). Contoh mengucapkan زخرف جالس kepada orang yang tahu bahwa Zukhruf duduk.
Selain itu, kalam khabar juga mempunyai tujuan-tujuan lain yang bisa dipahami dari siyaqul kalam, yaitu:
a. Mengharap belas kasihan, contoh: اِنِّى فقيرٌ الى عفوِ ربِّى
b. Menampakkan kelemahan, contoh: ربِّ انِّى وهنَ العظمُ منِّى
c. Menampakkan kekecewaan/ nelangsa, contoh: ربِّ انِّى وضعتُها اُنثَى
d. Kesombongan, contoh: ان الله اصطفانى من قريش
e. Pujian, contoh: انت شمس انت بدر انت نور فوق النور
f. Memberi peringatan, contoh: ابغض الحلال الى الله الطلاق
C. Ketentuan Kalam Khabar
Sebelum menyampaikan kalam khabar tentulah kita harus pahami dulu situasi dan kondisi mukhotob, lalu menyesuaikannya, agar kalam yang kita sampaikan tepat dan mengena. Karena dengan perbedaan kondisi, berbeda pula cara yang digunakan. Berikut ini tiga kondisi mukhotob berikut penyesuaiannya. (Al-Akhdlori, 2003 : 18)
1) Mukhotob yang tidak tahu, maka tidak perlu adanya taukid, contoh: اخوك جالس
2) Mukhotob yang ragu-ragu, maka perlu adanya taukid, contoh :
ان اخاك جالس
3) Mukhotob yang ingkar, maka wajib adanya taukid, semakin banyak pengingkaran semakin banyak pula pentaukidan, seperti terdapat dalam al-quran surat yasin ayat 14-16:
     •                             

Pentaukidan bisa dengan menambahkan anna, inna, qod, nun taukid, lam ibtida’.
2. Kalam Insya’
Kalam insya’ yaitu kalam yang tidak dapat dinisbatkan pada benar atau dusta. Pembicaranya tidak dapat dikatakan sebagai orang yang jujur atau dusta. (Al-Akhdlori, 2003 : 63)
Kalam insya’ terbagi menjadi dua, yaitu:
• Insya’ tholabiy, yakni kalam yang mengandung arti menuntut terjadinya sesuatu yang belum terjadi pada waktu pengucapan. Kalam ini terbagi menjadi lima jenis, (Haddam Banna’, 1405: 22) yaitu:
Amr: tuntutan untuk mengerjakan sesuatu dari atasan kepada yang lebih rendah, contoh: واقيموا الصلاة
Nahy: tuntutan untuk meninggalkan sesuatu dari atasan kepada yang lebih rendah, contoh: ولا تفسدوا فى الارض بعد اصلاحها
Istifham: menuntut pemahaman tentang sesuatu dengan menggunakan huruf-huruf istifham, contoh: هل فهمتم الدرس
Tamanni: menuntut hal yang disukai meski sukar terjadi, contoh: ليت الشباب يعود يوما
Nida’: tuntutan untuk menghadap dengan huruf-huruf nida’, contoh: يا زخرف اَقْبِلْ
Menurut Imam Al-Akhdlori, insya’ tholabiy ada enam dengan satu tambahan yakni du’a: menuntut sesuatu kepada yang lebih tinggi dengan merendah diri dan penuh harap, contoh: ربنا اغفر لنا (2003 : 63)
• Insya’ ghoir tholabiy, yakni kalam yang tidak menuntut terjadinya sesuatu yang belum terjadi pada waktu pengucapan. Ia terbagi menjadi beberapa jenis, yakni مدح , ذم , قسم , تعجب , رجاء . Jenis-jenis insya’ ini tidak termasuk dalam pembahasan ilmu ma’ani. (Mamat Zaenuddin dan Yayan Nurbayan, 2007: 104)

BAB III
KESIMPULAN
Dalam ilmu ma’ani, kalam terbagi menjadi dua, yaitu kalam khabar dan kalam insya’. Kalam khabar yaitu kalam yang berisi berita (informatif) yang mungkin benar dan mungkin bohong. Hal ini dilihat dari dzatiyah kalam itu sendiri, dalam arti tanpa memandang siapa yang menyampaikan kalam tersebut. Dengan demikian, sang pembicara bisa saja dikatakan sebagai orang yang jujur atau pendusta.
Sedang kalam insya’ yaitu kalam yang tidak dapat dinisbatkan pada benar atau dusta. Pembicaranya tidak dapat dikatakan sebagai orang yang jujur atau dusta. Sebab kalam ini bukan berisi tentang suatu info/ berita, namun lebih pada sebuah tuntutan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jarim, Ali dan Musthafa Usman. 2006. Al-Balaghatul Waadhihah Terj. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Al-Akhdlori, Abdur Rahman Ibn Muhammad. 2003. Al-Jauhar Al-Maknun. Kediri: Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien
Banna’, Haddam. 1405. Al-Balaghah fi’ilmi Al-Ma’ani. Ponorogo: Ma’had Dar As-Salam Gontor
Zaenuddin, Mamat dan Yayan Nurbayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung: PT Refika Aditama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar