Kamis, 26 September 2013

PERBEDAAN BUNYI BAHASA ARAB FUSHA DAN AMIYAH


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut pendapat para ahli bahasa modern pengajaran bahasa didasarkan pada beberapa prinsip, prinsip yang terpenting antara lain linguistik kontrastif. Linguistik kontrastif yaitu salah satu cabang ilmu bahasa yang membandingkan dua bahasa dari segala komponennya secara sinkronik sehingga ditemukan perbedaan dan kemiripan. Dari hasil temuan itu, dapat diduga adanya berbagai penyimpangan, pelanggaran, atau kesalahan yang mungkin dilakukan.
Objek kajian linguistik kontrastif adalah pengkontrasan antara dua bahasa atau dua dialek atau bahasa dan dialek, yaitu antara dua tataran bahasa yang semasa. Linguistik kontrastif bertujuan membuktikan perbedaan-perbedaan antara dua tataran bahasa tersebut.
B. Rumusan masalah
Dalam makalah ini kami merumuskan beberapa masalah yang perlu dibahas, diantaranya:
a. Apa yang dimaksud dengan analisis kontrastif, bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah?
b. Bagaimana sejarah munculnya bahasa Arab amiyah?
c. Apa saja perbedaan bunyi yang terdapat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah dalam dialek Saudi Arabiah?
C. Tujuan masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan analisis kontrastif, bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah
b. Untuk mengetahui sejarah munculnya bahasa Arab amiyah
c. Untuk mengetahui perbedaan bunyi yang terdapat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah dalam dialek Saudi Arabiah



BAB II
(ANALISIS KONTRASTIF)
PERBEDAAN BUNYI BAHASA ARAB FUSHA DAN AMIYAH
DALAM DIALEK SAUDI ARABIAH
A. Pengertian
Analisis dapat diartikan sebagai semacam pembahasan atau uraian. Yang dimaksud dengan pembahasan adalah proses atau cara membahas yang bertujuan untuk mengetahui sesuatu dan memungkinkan dapat menemukan inti permasalahannya. Permasalahan yang ditemukan itu kemudian dikupas, dikritik. diulas, dan akhirnya disimpulkan untuk dipahami.
Menurut Moeliono, analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Sedangkan kontrastif dapat diartikan sebagai perbedaan atau pertentangan antara dua hal. Moeliono menjelaskan bahwa kontrastif diartikan sebagai bersifat membandingkan perbedaan.
Analisis kontrastif, seperti yang dikemukakan Mansur, adalah merupakan pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa sasaran. Perbandingan tersebut akan menghasilkan persamaan, kemiripan, dan perbedaan sehingga guru dapat memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Menurut pendapat Tarigan, analisis kontrastif adalah kegiatan untuk membandingkan struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran serta langkah-langkah struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran, mempredeksi kesulitan belajar, menyusun bahan pengajaran dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Berdasarkan pengertian diatas, analisis kontrastif adalah kegiatan membandingkan persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa sasaran. Sehubungan dengan ini kemudian muncul istilah linguistik kontrastif yang merupakan cabang ilmu bahasa.
Bahasa arab baku adalah bahasa Quraisy yang digunakan al-Qur’an dan Nabi Muhammad saw. Bahasa ini selanjutnya disebut sebagai bahasa Arab fusha. Bahasa Arab fusha adalah ragam bahasa yang ditemukan dalam al-Qur’an, hadits Nabi dan warisan tradisi Arab. Bahasa fusha digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi dan untuk kepentingan kodifikasi karya-karya puisi, prosa dan penulisan pemikiran intelektual secara umum. Sedangkan bahasa ammiyah adalah ragam bahasa yang digunakan untuk urusan-urusan biasa sehari-hari. Bahasa amiyah ini menurut kalangan linguis modern, dikenal dengan sejumlah nama semisal: al-lughat al-ammiyah, asy-syakl al-lughawy al-darij, al-lahajat al-sya’i’ah, al-lughah al-mahkiyah, al-lahajat al-arabiyah al-ammiyah, al-lahajat al-darijah, al-lahajat al-ammiyah, al-arabiyah al-ammiyah, al-lughah al-darijah, al-kalam al-darij, al-kalām al-ammiy, dan lughah al-sya’b.
B. Sejarah Singkat Munculnya Bahasa Amiyah
Sejak agama Islam datang, persepsi masyarakat mengenai ragam bahasa Arab mulai mengalami pergeseran. Jika sebelumnya mereka menganggap bahasa Arab al-Qur’an dan bahasa lokal sebagai setara, berikutnya penghargaan dan perhatian lebih ditujukan kepada bahasa yang digunakan al-Qur’an. Sebagai bahasa agama, bahasa Arab al-Qur’an dianggap lebih pantas untuk digunakan disamping keunggulan obyektif yang dimiliki. Sejak saat itu, tampak antusiasme yang besar dari masyarakat untuk mendalami dan mengkaji bahasa al-Qur’an, bahasa bersama yang dinisbahkan kepada suku Quraisy itu.
Seiring dengan waktu, bahasa Arab al-Qur’an dijadikan bahasa baku bagi seluruh kabilah di jazirah Arab. Lambat laun muncul asumsi bahwa bahasa yang baik adalah bahasa al-Qur’an. Bahasa selain al-Quran dianggap sebagai kelas dua atau bahkan menyimpang. Praktik kesalahan dan penyimpangan berbahasa itu disebut lahn.
Pada awalnya istilah lahn ini dikenakan pada kesalahan dan ketidaktaatan pada i’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata karena perubahan kedudukannya dalam kalimat. Benih-benih lahn mulai muncul sejak zaman nabi Muhammad saw berupa perbedaan lahjah (logat, cara berbicara) di kalangan sahabat. Misalnya, Bilal yang berbicara dengan logat Habasyi, Shuhaib dengan logat Romawi, Salman dengan logat Persia, dan seterusnya.
Ragam bahasa Arab yang digunakan, terutama di pasar-pasar, pada gilirannya mulai menemukan ciri-ciri tersendiri dan meneguhkan identitasnya. Bahasa pasaran itu telah menjadi medium komunikasi yang dimengerti oleh berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Berbeda dengan ragam bahasa Arab fusha yang sarat muatan teologis sebagai bahasa agama, ragam bahasa ”pasar” ini begitu ringan mengalir tanpa adanya aturan yang rumit yang harus diwaspadai.
Fenomena penyimpangan bahasa (lahn) adalah cikal bakal lahirnya bahasa amiyah, bahkan ia disebut sebagai bahasa amiyah yang pertama. Berbeda dengan dialek-dialek bahasa Arab yang digunakan di sejumlah tempat lokal, bahasa amiyah dianggap sebagai suatu bentuk perluasan bahasa yang tidak alami.
Bahasa Arab amiyah adalah bahasa yang ”menyalahi” kaidah-kaidah orisinal bahasa fusha. Dengan kata lain bahasa amiyah adalah bahasa dalam penyimpangan (lughah fi lahn) setelah sebelumnya merupakan fenomena penyimpangan dalam bahasa (lahn fi lughah). Secara perlahan tapi pasti bahasa amiyah terus berkembang hingga menjelma sebagai bahasa yang otonom dengan kaidah-kaidah dan ciri-cirinya sendiri.
Bahasa amiyah di negeri-negeri taklukan Islam awalnya adalah lahn yang sederhana dan masih labil karena masyarakatnya masih memiliki watak bahasa arab yang genuin. Karena itu, di awal kemunculannya, bahasa amiyah di kalangan masyarakat masih mempunyai rentangan antara yang lebih dekat dengan bahasa baku sampai pada yang jauh darinya. Contoh daerah yang memiliki bahasa yang masih sangat dekat dengan bahasa baku itu sampai abad ke-3 H antara lain negeri Hijaz, Basrah dan Kufah.
Selanjutnya bahasa amiyah mulai menyebar di beberapa tempat semisal Syam, Mesir dan Sawad. Di beberapa tempat itu, bahasa arab fusha sudah menerima kosa kata serapan dari Persia, Romawi, Qibtiyah dan Nibthiyah dalam jumlah yang cukup besar. Karena itu bahasa masyarakat mulai rusak dalam ukuran yang signifikan. Masyarakat mulai mencampuradukkan bahasa asli mereka dengan bahasa-bahasa serapan tanpa melakukan pemilahan. Diantara kosa kata serapan yang paling banyak diambil adalah kata benda, sedangkan kata-kata adjektif sedikit saja yang diadopsi. Banyaknya pengadopsian kata benda itu karena intensitas pemakaiannya lebih tinggi dibanding jenis kata yang lain.
Di awal kemunculannya bahasa amiyah tidak memiliki ciri-ciri pembeda yang jelas dari bahasa fusha. Setelah beberapa waktu, ragam bahasa ini mulai menampakkan ciri-cirinya dalam hal bunyi, pola, susunan kalimat, sintaksis, cara pengungkapan dan materi bahasanya secara umum. Mengenai hal itu dijelaskan al-Jahidz ketika membahas bahasa masyarakat peranakan arab (muwalladun).
C. Perbedaan Bunyi Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah
Jika dipetakan secara garis besar, bahasa Arab terbagi atas dua ragam, yakni bahasa Arab baku (fusha) atau sering disebut formal language yang dipakai sebagai bahasa resmi, yang merupakan perkembangan kembali bahasa Arab Klasik dan bahasa yang dipakai dalam Al-Qur,an dan Hadits, dan bahasa Arab amiyah (bahasa sehari-hari, bahasa pasaran, atau bahasa gaul) atau sering disebut in-formal language yang dipakai sebagai bahasa komunikasi non-formal sehari-hari.
Kedua jenis ini masing-masing mempunyai dialek geografis. Perbedaan dialek geografis bahasa Arab baku tidak mencolok, misalnya /j/ diucapkan dengan [g] di Mesir, sementara di daerah Saudi Arabiah dan sekitarnya [g] adalah realisasi pengucapan dari /q/.
Kata-kata dalam tuturan bahasa Arab amiyah dialek Saudi Arabiah secara fonologis berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha. Variasi fonologis itu berupa:
1. penggantian bunyi
2. penambahan bunyi
3. pelesapan bunyi
1. Penggantian Bunyi
Penggantian dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi:
• Penggantian konsonan dengan konsonan
Penggantian konsonan dengan konsonan pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya terjadi pada tiga konsonan, yaitu konsonan /dz/, /ts/ dan /?/.
1) Perubahan /dz/ dari [ð] → [d]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia konsonan /dz/ (interdental frikatif bersuara) yang secara fusha diucapkan [ð] sering berubah menjadi /d/ (dentalveolar plosif bersuara). Perubahan ini biasa terjadi ketika /dz/ berposisi di akhir kata atau berada di akhir suku kata tertutup. Contoh:
تفضل خذ [tafaddal xuð] dibaca [tafaddal xud] 'Silakan ambil'
ذاالحين [ðal hi:n] dibaca [da hǽn] 'Sekarang'
2) Perubahan /ts/ dari [θ] menjadi [t]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /ts/ (interdendal frikatif tak bersuara) sering dilafalkan dengan [t] (interdental plosif tak bersuara). Contoh:
خذ في ثلاجة [xuð fi: θalla:jah] dibaca [xud fi: talla:jah] 'Ambil di kulkas'
ثمانية عشرة [θama:niya ašrah] dibaca [tama:nta ‘ašr] 'delapan belas'
3) Perubahan /?/ menjadi [y]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /?/ dalam sering berubah menjadi [y]. Contoh:
أبغى ماء [?bgha: ma:?] dibaca أبغى مويا [?abgha: muya] 'saya mau air'
أنا تائه [ana: ta:?ih] dibaca أنا تايه [ana: ta:yih] 'saya tersesat'
ستمائة [sittimi?ah] dibaca ستمية [sittimiya] 'enam ratus'
• Penggantian vokal dengan vokal
Penggantian vokal dengan vokal pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi penggantian /a/ dengan /i/, dan penggantian diftong /au/ dengan /o/ dan /ai/ dengan /e/. Contoh:
من أنت [man ?anta] dibacaمن أنت [min inta] 'siapa anda?'
أي شيئ تبغى [ayyu šai? tabgha] dibaca أيش تبغى [e:š tibgha] 'perlu apa?'
الثوب [al-θaub] dibaca [al-θo:b] 'pakaian'
2. Penambahan Bunyi
Penambahan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya ada di awal dan akhir kata, sedangkan penambahan di tengah kata tidak ditemukan.
• Penambahan bunyi di awal
Penambahan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah jarang terjadi. Satu-satunya data yang menunjukkan adanya penambahan bunyi di awal adalah pada frase من أين؟ [min ?aina?] ’dari mana?’. Frase tersebut dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia diucapkan من فين [min fe:n]. Di sini tambahannya berupa konsonan /f-/ yang mendahului ?aina setelah /?/ dilesapkan terlebih dahulu.
• Penambahan bunyi di akhir
Penambahan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah, yaitu penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim (kata ganti orang pertama tunggal) yang berfungsi sebagai enklitik. Contoh:
معي [ma’iy] dibaca معايا [ma’ay:a] 'Bersamaku'
أخي [?axiy] dibaca أخويا [?axuya] 'Saudaraku'
3. Pelesapan Bunyi
Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata.
• Pelesapan bunyi di awal
Pelesapan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya ditemukan dalam dua kata, yaitu seperti contoh berikut:
يا أخي [ya ?axiy] dibaca يا خوي [ya xu:ya] 'hai saudaraku!
أرني [?ariny] dibaca ريني [ri:ny] 'tunjukkan padaku'
• Pelesapan bunyi di tengah
Pelesapan bunyi di tengah kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal. Contoh:
على شأن [‘ala: ša?ni] dibaca علشان [‘alašan] 'karena'
ما عليه [ma: ‘alaih] dibaca معليش [ma‘leiš] 'tidak apa-apa'
لأيّ شيء [li?ayyi šay’] dibaca ليش [le:š] 'mengapa?'
خمسة عشر [xamsata ‘ašar] dibaca خمسة شر [xamstašar] 'lima belas'
• Pelesapan bunyi di akhir
Pelesapan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan ada juga yang berupa pelesapan silabel. Pelesapan konsonan biasanya terjadi pada isim mu’annats yaitu dengan cara pelesapan konsonan /h/ atau /t/ yang merupakan penanda feminin. Pelesapan vokal biasanya terjadi di akhir verba, sedangkan pelesapan silabel terjadi pada kata-kata tertentu. Contoh:
اللغة العربية [al-lugah al-‘arabiyyah] dibaca اللغ العربيّ [al-lugal-‘arabiyya]
تسكن [taskunu] dibaca تسكن [taskun] 'Anda tinggal'
وأنت [wa ?anta] dibaca وأن [wa ?an] 'dan kamu?'
الذي [al-laði:] dibaca الّي [el-le:] 'yang (kata penghubung)'

BAB III
KESIMPULAN

Bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Variasi fonologis itu dikelompokkan menjadi beberapa macam, yakni penggantian bunyi, penambahan bunyi, pelesapan bunyi.
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah, variasi yang berupa penggantian bunyi meliputi penggantian konsonan dengan konsonan dan vokal dengan vokal. Ada tiga konsonan yang mengalami perubahan, yaitu konsonan /dz/ → [d], /ts/ → [t] dan /?/→ [y], sedangkan perubahan vokal meliputi vokal /a/ → [i], diftong /ai/ → [e:], dan diftong /au/ → [o:].
Sedangkan penambahan bunyi hanya ada di awal dan akhir kata. Penambahan bunyi di awal jarang terjadi, sedangkan penambahan bunyi di akhir kata berupa penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim yang berfungsi sebagai enklitik.
Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata. Pelesapan bunyi di awal kata jarang terjadi. Pelesapan bunyi di tengah kata ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal. Pelesapan bunyi di akhir kata berupa berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan pelesapan silabel.

PERBEDAAN BUNYI BAHASA ARAB FUSHA DAN AMIYAH


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut pendapat para ahli bahasa modern pengajaran bahasa didasarkan pada beberapa prinsip, prinsip yang terpenting antara lain linguistik kontrastif. Linguistik kontrastif yaitu salah satu cabang ilmu bahasa yang membandingkan dua bahasa dari segala komponennya secara sinkronik sehingga ditemukan perbedaan dan kemiripan. Dari hasil temuan itu, dapat diduga adanya berbagai penyimpangan, pelanggaran, atau kesalahan yang mungkin dilakukan.
Objek kajian linguistik kontrastif adalah pengkontrasan antara dua bahasa atau dua dialek atau bahasa dan dialek, yaitu antara dua tataran bahasa yang semasa. Linguistik kontrastif bertujuan membuktikan perbedaan-perbedaan antara dua tataran bahasa tersebut.
B. Rumusan masalah
Dalam makalah ini kami merumuskan beberapa masalah yang perlu dibahas, diantaranya:
a. Apa yang dimaksud dengan analisis kontrastif, bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah?
b. Bagaimana sejarah munculnya bahasa Arab amiyah?
c. Apa saja perbedaan bunyi yang terdapat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah dalam dialek Saudi Arabiah?
C. Tujuan masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan analisis kontrastif, bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah
b. Untuk mengetahui sejarah munculnya bahasa Arab amiyah
c. Untuk mengetahui perbedaan bunyi yang terdapat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah dalam dialek Saudi Arabiah



BAB II
(ANALISIS KONTRASTIF)
PERBEDAAN BUNYI BAHASA ARAB FUSHA DAN AMIYAH
DALAM DIALEK SAUDI ARABIAH
A. Pengertian
Analisis dapat diartikan sebagai semacam pembahasan atau uraian. Yang dimaksud dengan pembahasan adalah proses atau cara membahas yang bertujuan untuk mengetahui sesuatu dan memungkinkan dapat menemukan inti permasalahannya. Permasalahan yang ditemukan itu kemudian dikupas, dikritik. diulas, dan akhirnya disimpulkan untuk dipahami.
Menurut Moeliono, analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Sedangkan kontrastif dapat diartikan sebagai perbedaan atau pertentangan antara dua hal. Moeliono menjelaskan bahwa kontrastif diartikan sebagai bersifat membandingkan perbedaan.
Analisis kontrastif, seperti yang dikemukakan Mansur, adalah merupakan pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa sasaran. Perbandingan tersebut akan menghasilkan persamaan, kemiripan, dan perbedaan sehingga guru dapat memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Menurut pendapat Tarigan, analisis kontrastif adalah kegiatan untuk membandingkan struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran serta langkah-langkah struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran, mempredeksi kesulitan belajar, menyusun bahan pengajaran dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Berdasarkan pengertian diatas, analisis kontrastif adalah kegiatan membandingkan persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa sasaran. Sehubungan dengan ini kemudian muncul istilah linguistik kontrastif yang merupakan cabang ilmu bahasa.
Bahasa arab baku adalah bahasa Quraisy yang digunakan al-Qur’an dan Nabi Muhammad saw. Bahasa ini selanjutnya disebut sebagai bahasa Arab fusha. Bahasa Arab fusha adalah ragam bahasa yang ditemukan dalam al-Qur’an, hadits Nabi dan warisan tradisi Arab. Bahasa fusha digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi dan untuk kepentingan kodifikasi karya-karya puisi, prosa dan penulisan pemikiran intelektual secara umum. Sedangkan bahasa ammiyah adalah ragam bahasa yang digunakan untuk urusan-urusan biasa sehari-hari. Bahasa amiyah ini menurut kalangan linguis modern, dikenal dengan sejumlah nama semisal: al-lughat al-ammiyah, asy-syakl al-lughawy al-darij, al-lahajat al-sya’i’ah, al-lughah al-mahkiyah, al-lahajat al-arabiyah al-ammiyah, al-lahajat al-darijah, al-lahajat al-ammiyah, al-arabiyah al-ammiyah, al-lughah al-darijah, al-kalam al-darij, al-kalām al-ammiy, dan lughah al-sya’b.
B. Sejarah Singkat Munculnya Bahasa Amiyah
Sejak agama Islam datang, persepsi masyarakat mengenai ragam bahasa Arab mulai mengalami pergeseran. Jika sebelumnya mereka menganggap bahasa Arab al-Qur’an dan bahasa lokal sebagai setara, berikutnya penghargaan dan perhatian lebih ditujukan kepada bahasa yang digunakan al-Qur’an. Sebagai bahasa agama, bahasa Arab al-Qur’an dianggap lebih pantas untuk digunakan disamping keunggulan obyektif yang dimiliki. Sejak saat itu, tampak antusiasme yang besar dari masyarakat untuk mendalami dan mengkaji bahasa al-Qur’an, bahasa bersama yang dinisbahkan kepada suku Quraisy itu.
Seiring dengan waktu, bahasa Arab al-Qur’an dijadikan bahasa baku bagi seluruh kabilah di jazirah Arab. Lambat laun muncul asumsi bahwa bahasa yang baik adalah bahasa al-Qur’an. Bahasa selain al-Quran dianggap sebagai kelas dua atau bahkan menyimpang. Praktik kesalahan dan penyimpangan berbahasa itu disebut lahn.
Pada awalnya istilah lahn ini dikenakan pada kesalahan dan ketidaktaatan pada i’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata karena perubahan kedudukannya dalam kalimat. Benih-benih lahn mulai muncul sejak zaman nabi Muhammad saw berupa perbedaan lahjah (logat, cara berbicara) di kalangan sahabat. Misalnya, Bilal yang berbicara dengan logat Habasyi, Shuhaib dengan logat Romawi, Salman dengan logat Persia, dan seterusnya.
Ragam bahasa Arab yang digunakan, terutama di pasar-pasar, pada gilirannya mulai menemukan ciri-ciri tersendiri dan meneguhkan identitasnya. Bahasa pasaran itu telah menjadi medium komunikasi yang dimengerti oleh berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Berbeda dengan ragam bahasa Arab fusha yang sarat muatan teologis sebagai bahasa agama, ragam bahasa ”pasar” ini begitu ringan mengalir tanpa adanya aturan yang rumit yang harus diwaspadai.
Fenomena penyimpangan bahasa (lahn) adalah cikal bakal lahirnya bahasa amiyah, bahkan ia disebut sebagai bahasa amiyah yang pertama. Berbeda dengan dialek-dialek bahasa Arab yang digunakan di sejumlah tempat lokal, bahasa amiyah dianggap sebagai suatu bentuk perluasan bahasa yang tidak alami.
Bahasa Arab amiyah adalah bahasa yang ”menyalahi” kaidah-kaidah orisinal bahasa fusha. Dengan kata lain bahasa amiyah adalah bahasa dalam penyimpangan (lughah fi lahn) setelah sebelumnya merupakan fenomena penyimpangan dalam bahasa (lahn fi lughah). Secara perlahan tapi pasti bahasa amiyah terus berkembang hingga menjelma sebagai bahasa yang otonom dengan kaidah-kaidah dan ciri-cirinya sendiri.
Bahasa amiyah di negeri-negeri taklukan Islam awalnya adalah lahn yang sederhana dan masih labil karena masyarakatnya masih memiliki watak bahasa arab yang genuin. Karena itu, di awal kemunculannya, bahasa amiyah di kalangan masyarakat masih mempunyai rentangan antara yang lebih dekat dengan bahasa baku sampai pada yang jauh darinya. Contoh daerah yang memiliki bahasa yang masih sangat dekat dengan bahasa baku itu sampai abad ke-3 H antara lain negeri Hijaz, Basrah dan Kufah.
Selanjutnya bahasa amiyah mulai menyebar di beberapa tempat semisal Syam, Mesir dan Sawad. Di beberapa tempat itu, bahasa arab fusha sudah menerima kosa kata serapan dari Persia, Romawi, Qibtiyah dan Nibthiyah dalam jumlah yang cukup besar. Karena itu bahasa masyarakat mulai rusak dalam ukuran yang signifikan. Masyarakat mulai mencampuradukkan bahasa asli mereka dengan bahasa-bahasa serapan tanpa melakukan pemilahan. Diantara kosa kata serapan yang paling banyak diambil adalah kata benda, sedangkan kata-kata adjektif sedikit saja yang diadopsi. Banyaknya pengadopsian kata benda itu karena intensitas pemakaiannya lebih tinggi dibanding jenis kata yang lain.
Di awal kemunculannya bahasa amiyah tidak memiliki ciri-ciri pembeda yang jelas dari bahasa fusha. Setelah beberapa waktu, ragam bahasa ini mulai menampakkan ciri-cirinya dalam hal bunyi, pola, susunan kalimat, sintaksis, cara pengungkapan dan materi bahasanya secara umum. Mengenai hal itu dijelaskan al-Jahidz ketika membahas bahasa masyarakat peranakan arab (muwalladun).
C. Perbedaan Bunyi Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah
Jika dipetakan secara garis besar, bahasa Arab terbagi atas dua ragam, yakni bahasa Arab baku (fusha) atau sering disebut formal language yang dipakai sebagai bahasa resmi, yang merupakan perkembangan kembali bahasa Arab Klasik dan bahasa yang dipakai dalam Al-Qur,an dan Hadits, dan bahasa Arab amiyah (bahasa sehari-hari, bahasa pasaran, atau bahasa gaul) atau sering disebut in-formal language yang dipakai sebagai bahasa komunikasi non-formal sehari-hari.
Kedua jenis ini masing-masing mempunyai dialek geografis. Perbedaan dialek geografis bahasa Arab baku tidak mencolok, misalnya /j/ diucapkan dengan [g] di Mesir, sementara di daerah Saudi Arabiah dan sekitarnya [g] adalah realisasi pengucapan dari /q/.
Kata-kata dalam tuturan bahasa Arab amiyah dialek Saudi Arabiah secara fonologis berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha. Variasi fonologis itu berupa:
1. penggantian bunyi
2. penambahan bunyi
3. pelesapan bunyi
1. Penggantian Bunyi
Penggantian dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi:
• Penggantian konsonan dengan konsonan
Penggantian konsonan dengan konsonan pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya terjadi pada tiga konsonan, yaitu konsonan /dz/, /ts/ dan /?/.
1) Perubahan /dz/ dari [ð] → [d]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia konsonan /dz/ (interdental frikatif bersuara) yang secara fusha diucapkan [ð] sering berubah menjadi /d/ (dentalveolar plosif bersuara). Perubahan ini biasa terjadi ketika /dz/ berposisi di akhir kata atau berada di akhir suku kata tertutup. Contoh:
تفضل خذ [tafaddal xuð] dibaca [tafaddal xud] 'Silakan ambil'
ذاالحين [ðal hi:n] dibaca [da hǽn] 'Sekarang'
2) Perubahan /ts/ dari [θ] menjadi [t]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /ts/ (interdendal frikatif tak bersuara) sering dilafalkan dengan [t] (interdental plosif tak bersuara). Contoh:
خذ في ثلاجة [xuð fi: θalla:jah] dibaca [xud fi: talla:jah] 'Ambil di kulkas'
ثمانية عشرة [θama:niya ašrah] dibaca [tama:nta ‘ašr] 'delapan belas'
3) Perubahan /?/ menjadi [y]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /?/ dalam sering berubah menjadi [y]. Contoh:
أبغى ماء [?bgha: ma:?] dibaca أبغى مويا [?abgha: muya] 'saya mau air'
أنا تائه [ana: ta:?ih] dibaca أنا تايه [ana: ta:yih] 'saya tersesat'
ستمائة [sittimi?ah] dibaca ستمية [sittimiya] 'enam ratus'
• Penggantian vokal dengan vokal
Penggantian vokal dengan vokal pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi penggantian /a/ dengan /i/, dan penggantian diftong /au/ dengan /o/ dan /ai/ dengan /e/. Contoh:
من أنت [man ?anta] dibacaمن أنت [min inta] 'siapa anda?'
أي شيئ تبغى [ayyu šai? tabgha] dibaca أيش تبغى [e:š tibgha] 'perlu apa?'
الثوب [al-θaub] dibaca [al-θo:b] 'pakaian'
2. Penambahan Bunyi
Penambahan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya ada di awal dan akhir kata, sedangkan penambahan di tengah kata tidak ditemukan.
• Penambahan bunyi di awal
Penambahan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah jarang terjadi. Satu-satunya data yang menunjukkan adanya penambahan bunyi di awal adalah pada frase من أين؟ [min ?aina?] ’dari mana?’. Frase tersebut dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia diucapkan من فين [min fe:n]. Di sini tambahannya berupa konsonan /f-/ yang mendahului ?aina setelah /?/ dilesapkan terlebih dahulu.
• Penambahan bunyi di akhir
Penambahan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah, yaitu penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim (kata ganti orang pertama tunggal) yang berfungsi sebagai enklitik. Contoh:
معي [ma’iy] dibaca معايا [ma’ay:a] 'Bersamaku'
أخي [?axiy] dibaca أخويا [?axuya] 'Saudaraku'
3. Pelesapan Bunyi
Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata.
• Pelesapan bunyi di awal
Pelesapan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya ditemukan dalam dua kata, yaitu seperti contoh berikut:
يا أخي [ya ?axiy] dibaca يا خوي [ya xu:ya] 'hai saudaraku!
أرني [?ariny] dibaca ريني [ri:ny] 'tunjukkan padaku'
• Pelesapan bunyi di tengah
Pelesapan bunyi di tengah kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal. Contoh:
على شأن [‘ala: ša?ni] dibaca علشان [‘alašan] 'karena'
ما عليه [ma: ‘alaih] dibaca معليش [ma‘leiš] 'tidak apa-apa'
لأيّ شيء [li?ayyi šay’] dibaca ليش [le:š] 'mengapa?'
خمسة عشر [xamsata ‘ašar] dibaca خمسة شر [xamstašar] 'lima belas'
• Pelesapan bunyi di akhir
Pelesapan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan ada juga yang berupa pelesapan silabel. Pelesapan konsonan biasanya terjadi pada isim mu’annats yaitu dengan cara pelesapan konsonan /h/ atau /t/ yang merupakan penanda feminin. Pelesapan vokal biasanya terjadi di akhir verba, sedangkan pelesapan silabel terjadi pada kata-kata tertentu. Contoh:
اللغة العربية [al-lugah al-‘arabiyyah] dibaca اللغ العربيّ [al-lugal-‘arabiyya]
تسكن [taskunu] dibaca تسكن [taskun] 'Anda tinggal'
وأنت [wa ?anta] dibaca وأن [wa ?an] 'dan kamu?'
الذي [al-laði:] dibaca الّي [el-le:] 'yang (kata penghubung)'

BAB III
KESIMPULAN

Bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Variasi fonologis itu dikelompokkan menjadi beberapa macam, yakni penggantian bunyi, penambahan bunyi, pelesapan bunyi.
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah, variasi yang berupa penggantian bunyi meliputi penggantian konsonan dengan konsonan dan vokal dengan vokal. Ada tiga konsonan yang mengalami perubahan, yaitu konsonan /dz/ → [d], /ts/ → [t] dan /?/→ [y], sedangkan perubahan vokal meliputi vokal /a/ → [i], diftong /ai/ → [e:], dan diftong /au/ → [o:].
Sedangkan penambahan bunyi hanya ada di awal dan akhir kata. Penambahan bunyi di awal jarang terjadi, sedangkan penambahan bunyi di akhir kata berupa penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim yang berfungsi sebagai enklitik.
Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata. Pelesapan bunyi di awal kata jarang terjadi. Pelesapan bunyi di tengah kata ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal. Pelesapan bunyi di akhir kata berupa berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan pelesapan silabel.

PERBEDAAN BUNYI BAHASA ARAB FUSHA DAN AMIYAH


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut pendapat para ahli bahasa modern pengajaran bahasa didasarkan pada beberapa prinsip, prinsip yang terpenting antara lain linguistik kontrastif. Linguistik kontrastif yaitu salah satu cabang ilmu bahasa yang membandingkan dua bahasa dari segala komponennya secara sinkronik sehingga ditemukan perbedaan dan kemiripan. Dari hasil temuan itu, dapat diduga adanya berbagai penyimpangan, pelanggaran, atau kesalahan yang mungkin dilakukan.
Objek kajian linguistik kontrastif adalah pengkontrasan antara dua bahasa atau dua dialek atau bahasa dan dialek, yaitu antara dua tataran bahasa yang semasa. Linguistik kontrastif bertujuan membuktikan perbedaan-perbedaan antara dua tataran bahasa tersebut.
B. Rumusan masalah
Dalam makalah ini kami merumuskan beberapa masalah yang perlu dibahas, diantaranya:
a. Apa yang dimaksud dengan analisis kontrastif, bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah?
b. Bagaimana sejarah munculnya bahasa Arab amiyah?
c. Apa saja perbedaan bunyi yang terdapat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah dalam dialek Saudi Arabiah?
C. Tujuan masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan analisis kontrastif, bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah
b. Untuk mengetahui sejarah munculnya bahasa Arab amiyah
c. Untuk mengetahui perbedaan bunyi yang terdapat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah dalam dialek Saudi Arabiah



BAB II
(ANALISIS KONTRASTIF)
PERBEDAAN BUNYI BAHASA ARAB FUSHA DAN AMIYAH
DALAM DIALEK SAUDI ARABIAH
A. Pengertian
Analisis dapat diartikan sebagai semacam pembahasan atau uraian. Yang dimaksud dengan pembahasan adalah proses atau cara membahas yang bertujuan untuk mengetahui sesuatu dan memungkinkan dapat menemukan inti permasalahannya. Permasalahan yang ditemukan itu kemudian dikupas, dikritik. diulas, dan akhirnya disimpulkan untuk dipahami.
Menurut Moeliono, analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Sedangkan kontrastif dapat diartikan sebagai perbedaan atau pertentangan antara dua hal. Moeliono menjelaskan bahwa kontrastif diartikan sebagai bersifat membandingkan perbedaan.
Analisis kontrastif, seperti yang dikemukakan Mansur, adalah merupakan pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa sasaran. Perbandingan tersebut akan menghasilkan persamaan, kemiripan, dan perbedaan sehingga guru dapat memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Menurut pendapat Tarigan, analisis kontrastif adalah kegiatan untuk membandingkan struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran serta langkah-langkah struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran, mempredeksi kesulitan belajar, menyusun bahan pengajaran dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Berdasarkan pengertian diatas, analisis kontrastif adalah kegiatan membandingkan persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa sasaran. Sehubungan dengan ini kemudian muncul istilah linguistik kontrastif yang merupakan cabang ilmu bahasa.
Bahasa arab baku adalah bahasa Quraisy yang digunakan al-Qur’an dan Nabi Muhammad saw. Bahasa ini selanjutnya disebut sebagai bahasa Arab fusha. Bahasa Arab fusha adalah ragam bahasa yang ditemukan dalam al-Qur’an, hadits Nabi dan warisan tradisi Arab. Bahasa fusha digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi dan untuk kepentingan kodifikasi karya-karya puisi, prosa dan penulisan pemikiran intelektual secara umum. Sedangkan bahasa ammiyah adalah ragam bahasa yang digunakan untuk urusan-urusan biasa sehari-hari. Bahasa amiyah ini menurut kalangan linguis modern, dikenal dengan sejumlah nama semisal: al-lughat al-ammiyah, asy-syakl al-lughawy al-darij, al-lahajat al-sya’i’ah, al-lughah al-mahkiyah, al-lahajat al-arabiyah al-ammiyah, al-lahajat al-darijah, al-lahajat al-ammiyah, al-arabiyah al-ammiyah, al-lughah al-darijah, al-kalam al-darij, al-kalām al-ammiy, dan lughah al-sya’b.
B. Sejarah Singkat Munculnya Bahasa Amiyah
Sejak agama Islam datang, persepsi masyarakat mengenai ragam bahasa Arab mulai mengalami pergeseran. Jika sebelumnya mereka menganggap bahasa Arab al-Qur’an dan bahasa lokal sebagai setara, berikutnya penghargaan dan perhatian lebih ditujukan kepada bahasa yang digunakan al-Qur’an. Sebagai bahasa agama, bahasa Arab al-Qur’an dianggap lebih pantas untuk digunakan disamping keunggulan obyektif yang dimiliki. Sejak saat itu, tampak antusiasme yang besar dari masyarakat untuk mendalami dan mengkaji bahasa al-Qur’an, bahasa bersama yang dinisbahkan kepada suku Quraisy itu.
Seiring dengan waktu, bahasa Arab al-Qur’an dijadikan bahasa baku bagi seluruh kabilah di jazirah Arab. Lambat laun muncul asumsi bahwa bahasa yang baik adalah bahasa al-Qur’an. Bahasa selain al-Quran dianggap sebagai kelas dua atau bahkan menyimpang. Praktik kesalahan dan penyimpangan berbahasa itu disebut lahn.
Pada awalnya istilah lahn ini dikenakan pada kesalahan dan ketidaktaatan pada i’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata karena perubahan kedudukannya dalam kalimat. Benih-benih lahn mulai muncul sejak zaman nabi Muhammad saw berupa perbedaan lahjah (logat, cara berbicara) di kalangan sahabat. Misalnya, Bilal yang berbicara dengan logat Habasyi, Shuhaib dengan logat Romawi, Salman dengan logat Persia, dan seterusnya.
Ragam bahasa Arab yang digunakan, terutama di pasar-pasar, pada gilirannya mulai menemukan ciri-ciri tersendiri dan meneguhkan identitasnya. Bahasa pasaran itu telah menjadi medium komunikasi yang dimengerti oleh berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Berbeda dengan ragam bahasa Arab fusha yang sarat muatan teologis sebagai bahasa agama, ragam bahasa ”pasar” ini begitu ringan mengalir tanpa adanya aturan yang rumit yang harus diwaspadai.
Fenomena penyimpangan bahasa (lahn) adalah cikal bakal lahirnya bahasa amiyah, bahkan ia disebut sebagai bahasa amiyah yang pertama. Berbeda dengan dialek-dialek bahasa Arab yang digunakan di sejumlah tempat lokal, bahasa amiyah dianggap sebagai suatu bentuk perluasan bahasa yang tidak alami.
Bahasa Arab amiyah adalah bahasa yang ”menyalahi” kaidah-kaidah orisinal bahasa fusha. Dengan kata lain bahasa amiyah adalah bahasa dalam penyimpangan (lughah fi lahn) setelah sebelumnya merupakan fenomena penyimpangan dalam bahasa (lahn fi lughah). Secara perlahan tapi pasti bahasa amiyah terus berkembang hingga menjelma sebagai bahasa yang otonom dengan kaidah-kaidah dan ciri-cirinya sendiri.
Bahasa amiyah di negeri-negeri taklukan Islam awalnya adalah lahn yang sederhana dan masih labil karena masyarakatnya masih memiliki watak bahasa arab yang genuin. Karena itu, di awal kemunculannya, bahasa amiyah di kalangan masyarakat masih mempunyai rentangan antara yang lebih dekat dengan bahasa baku sampai pada yang jauh darinya. Contoh daerah yang memiliki bahasa yang masih sangat dekat dengan bahasa baku itu sampai abad ke-3 H antara lain negeri Hijaz, Basrah dan Kufah.
Selanjutnya bahasa amiyah mulai menyebar di beberapa tempat semisal Syam, Mesir dan Sawad. Di beberapa tempat itu, bahasa arab fusha sudah menerima kosa kata serapan dari Persia, Romawi, Qibtiyah dan Nibthiyah dalam jumlah yang cukup besar. Karena itu bahasa masyarakat mulai rusak dalam ukuran yang signifikan. Masyarakat mulai mencampuradukkan bahasa asli mereka dengan bahasa-bahasa serapan tanpa melakukan pemilahan. Diantara kosa kata serapan yang paling banyak diambil adalah kata benda, sedangkan kata-kata adjektif sedikit saja yang diadopsi. Banyaknya pengadopsian kata benda itu karena intensitas pemakaiannya lebih tinggi dibanding jenis kata yang lain.
Di awal kemunculannya bahasa amiyah tidak memiliki ciri-ciri pembeda yang jelas dari bahasa fusha. Setelah beberapa waktu, ragam bahasa ini mulai menampakkan ciri-cirinya dalam hal bunyi, pola, susunan kalimat, sintaksis, cara pengungkapan dan materi bahasanya secara umum. Mengenai hal itu dijelaskan al-Jahidz ketika membahas bahasa masyarakat peranakan arab (muwalladun).
C. Perbedaan Bunyi Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah
Jika dipetakan secara garis besar, bahasa Arab terbagi atas dua ragam, yakni bahasa Arab baku (fusha) atau sering disebut formal language yang dipakai sebagai bahasa resmi, yang merupakan perkembangan kembali bahasa Arab Klasik dan bahasa yang dipakai dalam Al-Qur,an dan Hadits, dan bahasa Arab amiyah (bahasa sehari-hari, bahasa pasaran, atau bahasa gaul) atau sering disebut in-formal language yang dipakai sebagai bahasa komunikasi non-formal sehari-hari.
Kedua jenis ini masing-masing mempunyai dialek geografis. Perbedaan dialek geografis bahasa Arab baku tidak mencolok, misalnya /j/ diucapkan dengan [g] di Mesir, sementara di daerah Saudi Arabiah dan sekitarnya [g] adalah realisasi pengucapan dari /q/.
Kata-kata dalam tuturan bahasa Arab amiyah dialek Saudi Arabiah secara fonologis berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha. Variasi fonologis itu berupa:
1. penggantian bunyi
2. penambahan bunyi
3. pelesapan bunyi
1. Penggantian Bunyi
Penggantian dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi:
• Penggantian konsonan dengan konsonan
Penggantian konsonan dengan konsonan pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya terjadi pada tiga konsonan, yaitu konsonan /dz/, /ts/ dan /?/.
1) Perubahan /dz/ dari [ð] → [d]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia konsonan /dz/ (interdental frikatif bersuara) yang secara fusha diucapkan [ð] sering berubah menjadi /d/ (dentalveolar plosif bersuara). Perubahan ini biasa terjadi ketika /dz/ berposisi di akhir kata atau berada di akhir suku kata tertutup. Contoh:
تفضل خذ [tafaddal xuð] dibaca [tafaddal xud] 'Silakan ambil'
ذاالحين [ðal hi:n] dibaca [da hǽn] 'Sekarang'
2) Perubahan /ts/ dari [θ] menjadi [t]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /ts/ (interdendal frikatif tak bersuara) sering dilafalkan dengan [t] (interdental plosif tak bersuara). Contoh:
خذ في ثلاجة [xuð fi: θalla:jah] dibaca [xud fi: talla:jah] 'Ambil di kulkas'
ثمانية عشرة [θama:niya ašrah] dibaca [tama:nta ‘ašr] 'delapan belas'
3) Perubahan /?/ menjadi [y]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /?/ dalam sering berubah menjadi [y]. Contoh:
أبغى ماء [?bgha: ma:?] dibaca أبغى مويا [?abgha: muya] 'saya mau air'
أنا تائه [ana: ta:?ih] dibaca أنا تايه [ana: ta:yih] 'saya tersesat'
ستمائة [sittimi?ah] dibaca ستمية [sittimiya] 'enam ratus'
• Penggantian vokal dengan vokal
Penggantian vokal dengan vokal pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi penggantian /a/ dengan /i/, dan penggantian diftong /au/ dengan /o/ dan /ai/ dengan /e/. Contoh:
من أنت [man ?anta] dibacaمن أنت [min inta] 'siapa anda?'
أي شيئ تبغى [ayyu šai? tabgha] dibaca أيش تبغى [e:š tibgha] 'perlu apa?'
الثوب [al-θaub] dibaca [al-θo:b] 'pakaian'
2. Penambahan Bunyi
Penambahan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya ada di awal dan akhir kata, sedangkan penambahan di tengah kata tidak ditemukan.
• Penambahan bunyi di awal
Penambahan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah jarang terjadi. Satu-satunya data yang menunjukkan adanya penambahan bunyi di awal adalah pada frase من أين؟ [min ?aina?] ’dari mana?’. Frase tersebut dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia diucapkan من فين [min fe:n]. Di sini tambahannya berupa konsonan /f-/ yang mendahului ?aina setelah /?/ dilesapkan terlebih dahulu.
• Penambahan bunyi di akhir
Penambahan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah, yaitu penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim (kata ganti orang pertama tunggal) yang berfungsi sebagai enklitik. Contoh:
معي [ma’iy] dibaca معايا [ma’ay:a] 'Bersamaku'
أخي [?axiy] dibaca أخويا [?axuya] 'Saudaraku'
3. Pelesapan Bunyi
Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata.
• Pelesapan bunyi di awal
Pelesapan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya ditemukan dalam dua kata, yaitu seperti contoh berikut:
يا أخي [ya ?axiy] dibaca يا خوي [ya xu:ya] 'hai saudaraku!
أرني [?ariny] dibaca ريني [ri:ny] 'tunjukkan padaku'
• Pelesapan bunyi di tengah
Pelesapan bunyi di tengah kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal. Contoh:
على شأن [‘ala: ša?ni] dibaca علشان [‘alašan] 'karena'
ما عليه [ma: ‘alaih] dibaca معليش [ma‘leiš] 'tidak apa-apa'
لأيّ شيء [li?ayyi šay’] dibaca ليش [le:š] 'mengapa?'
خمسة عشر [xamsata ‘ašar] dibaca خمسة شر [xamstašar] 'lima belas'
• Pelesapan bunyi di akhir
Pelesapan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan ada juga yang berupa pelesapan silabel. Pelesapan konsonan biasanya terjadi pada isim mu’annats yaitu dengan cara pelesapan konsonan /h/ atau /t/ yang merupakan penanda feminin. Pelesapan vokal biasanya terjadi di akhir verba, sedangkan pelesapan silabel terjadi pada kata-kata tertentu. Contoh:
اللغة العربية [al-lugah al-‘arabiyyah] dibaca اللغ العربيّ [al-lugal-‘arabiyya]
تسكن [taskunu] dibaca تسكن [taskun] 'Anda tinggal'
وأنت [wa ?anta] dibaca وأن [wa ?an] 'dan kamu?'
الذي [al-laði:] dibaca الّي [el-le:] 'yang (kata penghubung)'

BAB III
KESIMPULAN

Bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Variasi fonologis itu dikelompokkan menjadi beberapa macam, yakni penggantian bunyi, penambahan bunyi, pelesapan bunyi.
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah, variasi yang berupa penggantian bunyi meliputi penggantian konsonan dengan konsonan dan vokal dengan vokal. Ada tiga konsonan yang mengalami perubahan, yaitu konsonan /dz/ → [d], /ts/ → [t] dan /?/→ [y], sedangkan perubahan vokal meliputi vokal /a/ → [i], diftong /ai/ → [e:], dan diftong /au/ → [o:].
Sedangkan penambahan bunyi hanya ada di awal dan akhir kata. Penambahan bunyi di awal jarang terjadi, sedangkan penambahan bunyi di akhir kata berupa penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim yang berfungsi sebagai enklitik.
Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata. Pelesapan bunyi di awal kata jarang terjadi. Pelesapan bunyi di tengah kata ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal. Pelesapan bunyi di akhir kata berupa berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan pelesapan silabel.

PERBEDAAN BUNYI BAHASA ARAB FUSHA DAN AMIYAH


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut pendapat para ahli bahasa modern pengajaran bahasa didasarkan pada beberapa prinsip, prinsip yang terpenting antara lain linguistik kontrastif. Linguistik kontrastif yaitu salah satu cabang ilmu bahasa yang membandingkan dua bahasa dari segala komponennya secara sinkronik sehingga ditemukan perbedaan dan kemiripan. Dari hasil temuan itu, dapat diduga adanya berbagai penyimpangan, pelanggaran, atau kesalahan yang mungkin dilakukan.
Objek kajian linguistik kontrastif adalah pengkontrasan antara dua bahasa atau dua dialek atau bahasa dan dialek, yaitu antara dua tataran bahasa yang semasa. Linguistik kontrastif bertujuan membuktikan perbedaan-perbedaan antara dua tataran bahasa tersebut.
B. Rumusan masalah
Dalam makalah ini kami merumuskan beberapa masalah yang perlu dibahas, diantaranya:
a. Apa yang dimaksud dengan analisis kontrastif, bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah?
b. Bagaimana sejarah munculnya bahasa Arab amiyah?
c. Apa saja perbedaan bunyi yang terdapat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah dalam dialek Saudi Arabiah?
C. Tujuan masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan analisis kontrastif, bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah
b. Untuk mengetahui sejarah munculnya bahasa Arab amiyah
c. Untuk mengetahui perbedaan bunyi yang terdapat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah dalam dialek Saudi Arabiah



BAB II
(ANALISIS KONTRASTIF)
PERBEDAAN BUNYI BAHASA ARAB FUSHA DAN AMIYAH
DALAM DIALEK SAUDI ARABIAH
A. Pengertian
Analisis dapat diartikan sebagai semacam pembahasan atau uraian. Yang dimaksud dengan pembahasan adalah proses atau cara membahas yang bertujuan untuk mengetahui sesuatu dan memungkinkan dapat menemukan inti permasalahannya. Permasalahan yang ditemukan itu kemudian dikupas, dikritik. diulas, dan akhirnya disimpulkan untuk dipahami.
Menurut Moeliono, analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Sedangkan kontrastif dapat diartikan sebagai perbedaan atau pertentangan antara dua hal. Moeliono menjelaskan bahwa kontrastif diartikan sebagai bersifat membandingkan perbedaan.
Analisis kontrastif, seperti yang dikemukakan Mansur, adalah merupakan pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa sasaran. Perbandingan tersebut akan menghasilkan persamaan, kemiripan, dan perbedaan sehingga guru dapat memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Menurut pendapat Tarigan, analisis kontrastif adalah kegiatan untuk membandingkan struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran serta langkah-langkah struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran, mempredeksi kesulitan belajar, menyusun bahan pengajaran dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Berdasarkan pengertian diatas, analisis kontrastif adalah kegiatan membandingkan persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa sasaran. Sehubungan dengan ini kemudian muncul istilah linguistik kontrastif yang merupakan cabang ilmu bahasa.
Bahasa arab baku adalah bahasa Quraisy yang digunakan al-Qur’an dan Nabi Muhammad saw. Bahasa ini selanjutnya disebut sebagai bahasa Arab fusha. Bahasa Arab fusha adalah ragam bahasa yang ditemukan dalam al-Qur’an, hadits Nabi dan warisan tradisi Arab. Bahasa fusha digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi dan untuk kepentingan kodifikasi karya-karya puisi, prosa dan penulisan pemikiran intelektual secara umum. Sedangkan bahasa ammiyah adalah ragam bahasa yang digunakan untuk urusan-urusan biasa sehari-hari. Bahasa amiyah ini menurut kalangan linguis modern, dikenal dengan sejumlah nama semisal: al-lughat al-ammiyah, asy-syakl al-lughawy al-darij, al-lahajat al-sya’i’ah, al-lughah al-mahkiyah, al-lahajat al-arabiyah al-ammiyah, al-lahajat al-darijah, al-lahajat al-ammiyah, al-arabiyah al-ammiyah, al-lughah al-darijah, al-kalam al-darij, al-kalām al-ammiy, dan lughah al-sya’b.
B. Sejarah Singkat Munculnya Bahasa Amiyah
Sejak agama Islam datang, persepsi masyarakat mengenai ragam bahasa Arab mulai mengalami pergeseran. Jika sebelumnya mereka menganggap bahasa Arab al-Qur’an dan bahasa lokal sebagai setara, berikutnya penghargaan dan perhatian lebih ditujukan kepada bahasa yang digunakan al-Qur’an. Sebagai bahasa agama, bahasa Arab al-Qur’an dianggap lebih pantas untuk digunakan disamping keunggulan obyektif yang dimiliki. Sejak saat itu, tampak antusiasme yang besar dari masyarakat untuk mendalami dan mengkaji bahasa al-Qur’an, bahasa bersama yang dinisbahkan kepada suku Quraisy itu.
Seiring dengan waktu, bahasa Arab al-Qur’an dijadikan bahasa baku bagi seluruh kabilah di jazirah Arab. Lambat laun muncul asumsi bahwa bahasa yang baik adalah bahasa al-Qur’an. Bahasa selain al-Quran dianggap sebagai kelas dua atau bahkan menyimpang. Praktik kesalahan dan penyimpangan berbahasa itu disebut lahn.
Pada awalnya istilah lahn ini dikenakan pada kesalahan dan ketidaktaatan pada i’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata karena perubahan kedudukannya dalam kalimat. Benih-benih lahn mulai muncul sejak zaman nabi Muhammad saw berupa perbedaan lahjah (logat, cara berbicara) di kalangan sahabat. Misalnya, Bilal yang berbicara dengan logat Habasyi, Shuhaib dengan logat Romawi, Salman dengan logat Persia, dan seterusnya.
Ragam bahasa Arab yang digunakan, terutama di pasar-pasar, pada gilirannya mulai menemukan ciri-ciri tersendiri dan meneguhkan identitasnya. Bahasa pasaran itu telah menjadi medium komunikasi yang dimengerti oleh berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Berbeda dengan ragam bahasa Arab fusha yang sarat muatan teologis sebagai bahasa agama, ragam bahasa ”pasar” ini begitu ringan mengalir tanpa adanya aturan yang rumit yang harus diwaspadai.
Fenomena penyimpangan bahasa (lahn) adalah cikal bakal lahirnya bahasa amiyah, bahkan ia disebut sebagai bahasa amiyah yang pertama. Berbeda dengan dialek-dialek bahasa Arab yang digunakan di sejumlah tempat lokal, bahasa amiyah dianggap sebagai suatu bentuk perluasan bahasa yang tidak alami.
Bahasa Arab amiyah adalah bahasa yang ”menyalahi” kaidah-kaidah orisinal bahasa fusha. Dengan kata lain bahasa amiyah adalah bahasa dalam penyimpangan (lughah fi lahn) setelah sebelumnya merupakan fenomena penyimpangan dalam bahasa (lahn fi lughah). Secara perlahan tapi pasti bahasa amiyah terus berkembang hingga menjelma sebagai bahasa yang otonom dengan kaidah-kaidah dan ciri-cirinya sendiri.
Bahasa amiyah di negeri-negeri taklukan Islam awalnya adalah lahn yang sederhana dan masih labil karena masyarakatnya masih memiliki watak bahasa arab yang genuin. Karena itu, di awal kemunculannya, bahasa amiyah di kalangan masyarakat masih mempunyai rentangan antara yang lebih dekat dengan bahasa baku sampai pada yang jauh darinya. Contoh daerah yang memiliki bahasa yang masih sangat dekat dengan bahasa baku itu sampai abad ke-3 H antara lain negeri Hijaz, Basrah dan Kufah.
Selanjutnya bahasa amiyah mulai menyebar di beberapa tempat semisal Syam, Mesir dan Sawad. Di beberapa tempat itu, bahasa arab fusha sudah menerima kosa kata serapan dari Persia, Romawi, Qibtiyah dan Nibthiyah dalam jumlah yang cukup besar. Karena itu bahasa masyarakat mulai rusak dalam ukuran yang signifikan. Masyarakat mulai mencampuradukkan bahasa asli mereka dengan bahasa-bahasa serapan tanpa melakukan pemilahan. Diantara kosa kata serapan yang paling banyak diambil adalah kata benda, sedangkan kata-kata adjektif sedikit saja yang diadopsi. Banyaknya pengadopsian kata benda itu karena intensitas pemakaiannya lebih tinggi dibanding jenis kata yang lain.
Di awal kemunculannya bahasa amiyah tidak memiliki ciri-ciri pembeda yang jelas dari bahasa fusha. Setelah beberapa waktu, ragam bahasa ini mulai menampakkan ciri-cirinya dalam hal bunyi, pola, susunan kalimat, sintaksis, cara pengungkapan dan materi bahasanya secara umum. Mengenai hal itu dijelaskan al-Jahidz ketika membahas bahasa masyarakat peranakan arab (muwalladun).
C. Perbedaan Bunyi Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah
Jika dipetakan secara garis besar, bahasa Arab terbagi atas dua ragam, yakni bahasa Arab baku (fusha) atau sering disebut formal language yang dipakai sebagai bahasa resmi, yang merupakan perkembangan kembali bahasa Arab Klasik dan bahasa yang dipakai dalam Al-Qur,an dan Hadits, dan bahasa Arab amiyah (bahasa sehari-hari, bahasa pasaran, atau bahasa gaul) atau sering disebut in-formal language yang dipakai sebagai bahasa komunikasi non-formal sehari-hari.
Kedua jenis ini masing-masing mempunyai dialek geografis. Perbedaan dialek geografis bahasa Arab baku tidak mencolok, misalnya /j/ diucapkan dengan [g] di Mesir, sementara di daerah Saudi Arabiah dan sekitarnya [g] adalah realisasi pengucapan dari /q/.
Kata-kata dalam tuturan bahasa Arab amiyah dialek Saudi Arabiah secara fonologis berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha. Variasi fonologis itu berupa:
1. penggantian bunyi
2. penambahan bunyi
3. pelesapan bunyi
1. Penggantian Bunyi
Penggantian dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi:
• Penggantian konsonan dengan konsonan
Penggantian konsonan dengan konsonan pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya terjadi pada tiga konsonan, yaitu konsonan /dz/, /ts/ dan /?/.
1) Perubahan /dz/ dari [ð] → [d]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia konsonan /dz/ (interdental frikatif bersuara) yang secara fusha diucapkan [ð] sering berubah menjadi /d/ (dentalveolar plosif bersuara). Perubahan ini biasa terjadi ketika /dz/ berposisi di akhir kata atau berada di akhir suku kata tertutup. Contoh:
تفضل خذ [tafaddal xuð] dibaca [tafaddal xud] 'Silakan ambil'
ذاالحين [ðal hi:n] dibaca [da hǽn] 'Sekarang'
2) Perubahan /ts/ dari [θ] menjadi [t]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /ts/ (interdendal frikatif tak bersuara) sering dilafalkan dengan [t] (interdental plosif tak bersuara). Contoh:
خذ في ثلاجة [xuð fi: θalla:jah] dibaca [xud fi: talla:jah] 'Ambil di kulkas'
ثمانية عشرة [θama:niya ašrah] dibaca [tama:nta ‘ašr] 'delapan belas'
3) Perubahan /?/ menjadi [y]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /?/ dalam sering berubah menjadi [y]. Contoh:
أبغى ماء [?bgha: ma:?] dibaca أبغى مويا [?abgha: muya] 'saya mau air'
أنا تائه [ana: ta:?ih] dibaca أنا تايه [ana: ta:yih] 'saya tersesat'
ستمائة [sittimi?ah] dibaca ستمية [sittimiya] 'enam ratus'
• Penggantian vokal dengan vokal
Penggantian vokal dengan vokal pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi penggantian /a/ dengan /i/, dan penggantian diftong /au/ dengan /o/ dan /ai/ dengan /e/. Contoh:
من أنت [man ?anta] dibacaمن أنت [min inta] 'siapa anda?'
أي شيئ تبغى [ayyu šai? tabgha] dibaca أيش تبغى [e:š tibgha] 'perlu apa?'
الثوب [al-θaub] dibaca [al-θo:b] 'pakaian'
2. Penambahan Bunyi
Penambahan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya ada di awal dan akhir kata, sedangkan penambahan di tengah kata tidak ditemukan.
• Penambahan bunyi di awal
Penambahan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah jarang terjadi. Satu-satunya data yang menunjukkan adanya penambahan bunyi di awal adalah pada frase من أين؟ [min ?aina?] ’dari mana?’. Frase tersebut dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia diucapkan من فين [min fe:n]. Di sini tambahannya berupa konsonan /f-/ yang mendahului ?aina setelah /?/ dilesapkan terlebih dahulu.
• Penambahan bunyi di akhir
Penambahan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah, yaitu penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim (kata ganti orang pertama tunggal) yang berfungsi sebagai enklitik. Contoh:
معي [ma’iy] dibaca معايا [ma’ay:a] 'Bersamaku'
أخي [?axiy] dibaca أخويا [?axuya] 'Saudaraku'
3. Pelesapan Bunyi
Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata.
• Pelesapan bunyi di awal
Pelesapan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya ditemukan dalam dua kata, yaitu seperti contoh berikut:
يا أخي [ya ?axiy] dibaca يا خوي [ya xu:ya] 'hai saudaraku!
أرني [?ariny] dibaca ريني [ri:ny] 'tunjukkan padaku'
• Pelesapan bunyi di tengah
Pelesapan bunyi di tengah kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal. Contoh:
على شأن [‘ala: ša?ni] dibaca علشان [‘alašan] 'karena'
ما عليه [ma: ‘alaih] dibaca معليش [ma‘leiš] 'tidak apa-apa'
لأيّ شيء [li?ayyi šay’] dibaca ليش [le:š] 'mengapa?'
خمسة عشر [xamsata ‘ašar] dibaca خمسة شر [xamstašar] 'lima belas'
• Pelesapan bunyi di akhir
Pelesapan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan ada juga yang berupa pelesapan silabel. Pelesapan konsonan biasanya terjadi pada isim mu’annats yaitu dengan cara pelesapan konsonan /h/ atau /t/ yang merupakan penanda feminin. Pelesapan vokal biasanya terjadi di akhir verba, sedangkan pelesapan silabel terjadi pada kata-kata tertentu. Contoh:
اللغة العربية [al-lugah al-‘arabiyyah] dibaca اللغ العربيّ [al-lugal-‘arabiyya]
تسكن [taskunu] dibaca تسكن [taskun] 'Anda tinggal'
وأنت [wa ?anta] dibaca وأن [wa ?an] 'dan kamu?'
الذي [al-laði:] dibaca الّي [el-le:] 'yang (kata penghubung)'

BAB III
KESIMPULAN

Bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Variasi fonologis itu dikelompokkan menjadi beberapa macam, yakni penggantian bunyi, penambahan bunyi, pelesapan bunyi.
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah, variasi yang berupa penggantian bunyi meliputi penggantian konsonan dengan konsonan dan vokal dengan vokal. Ada tiga konsonan yang mengalami perubahan, yaitu konsonan /dz/ → [d], /ts/ → [t] dan /?/→ [y], sedangkan perubahan vokal meliputi vokal /a/ → [i], diftong /ai/ → [e:], dan diftong /au/ → [o:].
Sedangkan penambahan bunyi hanya ada di awal dan akhir kata. Penambahan bunyi di awal jarang terjadi, sedangkan penambahan bunyi di akhir kata berupa penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim yang berfungsi sebagai enklitik.
Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata. Pelesapan bunyi di awal kata jarang terjadi. Pelesapan bunyi di tengah kata ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal. Pelesapan bunyi di akhir kata berupa berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan pelesapan silabel.

PERBEDAAN BUNYI BAHASA ARAB FUSHA DAN AMIYAH


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Menurut pendapat para ahli bahasa modern pengajaran bahasa didasarkan pada beberapa prinsip, prinsip yang terpenting antara lain linguistik kontrastif. Linguistik kontrastif yaitu salah satu cabang ilmu bahasa yang membandingkan dua bahasa dari segala komponennya secara sinkronik sehingga ditemukan perbedaan dan kemiripan. Dari hasil temuan itu, dapat diduga adanya berbagai penyimpangan, pelanggaran, atau kesalahan yang mungkin dilakukan.
Objek kajian linguistik kontrastif adalah pengkontrasan antara dua bahasa atau dua dialek atau bahasa dan dialek, yaitu antara dua tataran bahasa yang semasa. Linguistik kontrastif bertujuan membuktikan perbedaan-perbedaan antara dua tataran bahasa tersebut.
B. Rumusan masalah
Dalam makalah ini kami merumuskan beberapa masalah yang perlu dibahas, diantaranya:
a. Apa yang dimaksud dengan analisis kontrastif, bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah?
b. Bagaimana sejarah munculnya bahasa Arab amiyah?
c. Apa saja perbedaan bunyi yang terdapat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah dalam dialek Saudi Arabiah?
C. Tujuan masalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan analisis kontrastif, bahasa Arab fusha dan bahasa Arab amiyah
b. Untuk mengetahui sejarah munculnya bahasa Arab amiyah
c. Untuk mengetahui perbedaan bunyi yang terdapat dalam bahasa Arab fusha dan amiyah dalam dialek Saudi Arabiah



BAB II
(ANALISIS KONTRASTIF)
PERBEDAAN BUNYI BAHASA ARAB FUSHA DAN AMIYAH
DALAM DIALEK SAUDI ARABIAH
A. Pengertian
Analisis dapat diartikan sebagai semacam pembahasan atau uraian. Yang dimaksud dengan pembahasan adalah proses atau cara membahas yang bertujuan untuk mengetahui sesuatu dan memungkinkan dapat menemukan inti permasalahannya. Permasalahan yang ditemukan itu kemudian dikupas, dikritik. diulas, dan akhirnya disimpulkan untuk dipahami.
Menurut Moeliono, analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Sedangkan kontrastif dapat diartikan sebagai perbedaan atau pertentangan antara dua hal. Moeliono menjelaskan bahwa kontrastif diartikan sebagai bersifat membandingkan perbedaan.
Analisis kontrastif, seperti yang dikemukakan Mansur, adalah merupakan pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa sasaran. Perbandingan tersebut akan menghasilkan persamaan, kemiripan, dan perbedaan sehingga guru dapat memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Menurut pendapat Tarigan, analisis kontrastif adalah kegiatan untuk membandingkan struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran serta langkah-langkah struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran, mempredeksi kesulitan belajar, menyusun bahan pengajaran dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Berdasarkan pengertian diatas, analisis kontrastif adalah kegiatan membandingkan persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa sasaran. Sehubungan dengan ini kemudian muncul istilah linguistik kontrastif yang merupakan cabang ilmu bahasa.
Bahasa arab baku adalah bahasa Quraisy yang digunakan al-Qur’an dan Nabi Muhammad saw. Bahasa ini selanjutnya disebut sebagai bahasa Arab fusha. Bahasa Arab fusha adalah ragam bahasa yang ditemukan dalam al-Qur’an, hadits Nabi dan warisan tradisi Arab. Bahasa fusha digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi dan untuk kepentingan kodifikasi karya-karya puisi, prosa dan penulisan pemikiran intelektual secara umum. Sedangkan bahasa ammiyah adalah ragam bahasa yang digunakan untuk urusan-urusan biasa sehari-hari. Bahasa amiyah ini menurut kalangan linguis modern, dikenal dengan sejumlah nama semisal: al-lughat al-ammiyah, asy-syakl al-lughawy al-darij, al-lahajat al-sya’i’ah, al-lughah al-mahkiyah, al-lahajat al-arabiyah al-ammiyah, al-lahajat al-darijah, al-lahajat al-ammiyah, al-arabiyah al-ammiyah, al-lughah al-darijah, al-kalam al-darij, al-kalām al-ammiy, dan lughah al-sya’b.
B. Sejarah Singkat Munculnya Bahasa Amiyah
Sejak agama Islam datang, persepsi masyarakat mengenai ragam bahasa Arab mulai mengalami pergeseran. Jika sebelumnya mereka menganggap bahasa Arab al-Qur’an dan bahasa lokal sebagai setara, berikutnya penghargaan dan perhatian lebih ditujukan kepada bahasa yang digunakan al-Qur’an. Sebagai bahasa agama, bahasa Arab al-Qur’an dianggap lebih pantas untuk digunakan disamping keunggulan obyektif yang dimiliki. Sejak saat itu, tampak antusiasme yang besar dari masyarakat untuk mendalami dan mengkaji bahasa al-Qur’an, bahasa bersama yang dinisbahkan kepada suku Quraisy itu.
Seiring dengan waktu, bahasa Arab al-Qur’an dijadikan bahasa baku bagi seluruh kabilah di jazirah Arab. Lambat laun muncul asumsi bahwa bahasa yang baik adalah bahasa al-Qur’an. Bahasa selain al-Quran dianggap sebagai kelas dua atau bahkan menyimpang. Praktik kesalahan dan penyimpangan berbahasa itu disebut lahn.
Pada awalnya istilah lahn ini dikenakan pada kesalahan dan ketidaktaatan pada i’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata karena perubahan kedudukannya dalam kalimat. Benih-benih lahn mulai muncul sejak zaman nabi Muhammad saw berupa perbedaan lahjah (logat, cara berbicara) di kalangan sahabat. Misalnya, Bilal yang berbicara dengan logat Habasyi, Shuhaib dengan logat Romawi, Salman dengan logat Persia, dan seterusnya.
Ragam bahasa Arab yang digunakan, terutama di pasar-pasar, pada gilirannya mulai menemukan ciri-ciri tersendiri dan meneguhkan identitasnya. Bahasa pasaran itu telah menjadi medium komunikasi yang dimengerti oleh berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Berbeda dengan ragam bahasa Arab fusha yang sarat muatan teologis sebagai bahasa agama, ragam bahasa ”pasar” ini begitu ringan mengalir tanpa adanya aturan yang rumit yang harus diwaspadai.
Fenomena penyimpangan bahasa (lahn) adalah cikal bakal lahirnya bahasa amiyah, bahkan ia disebut sebagai bahasa amiyah yang pertama. Berbeda dengan dialek-dialek bahasa Arab yang digunakan di sejumlah tempat lokal, bahasa amiyah dianggap sebagai suatu bentuk perluasan bahasa yang tidak alami.
Bahasa Arab amiyah adalah bahasa yang ”menyalahi” kaidah-kaidah orisinal bahasa fusha. Dengan kata lain bahasa amiyah adalah bahasa dalam penyimpangan (lughah fi lahn) setelah sebelumnya merupakan fenomena penyimpangan dalam bahasa (lahn fi lughah). Secara perlahan tapi pasti bahasa amiyah terus berkembang hingga menjelma sebagai bahasa yang otonom dengan kaidah-kaidah dan ciri-cirinya sendiri.
Bahasa amiyah di negeri-negeri taklukan Islam awalnya adalah lahn yang sederhana dan masih labil karena masyarakatnya masih memiliki watak bahasa arab yang genuin. Karena itu, di awal kemunculannya, bahasa amiyah di kalangan masyarakat masih mempunyai rentangan antara yang lebih dekat dengan bahasa baku sampai pada yang jauh darinya. Contoh daerah yang memiliki bahasa yang masih sangat dekat dengan bahasa baku itu sampai abad ke-3 H antara lain negeri Hijaz, Basrah dan Kufah.
Selanjutnya bahasa amiyah mulai menyebar di beberapa tempat semisal Syam, Mesir dan Sawad. Di beberapa tempat itu, bahasa arab fusha sudah menerima kosa kata serapan dari Persia, Romawi, Qibtiyah dan Nibthiyah dalam jumlah yang cukup besar. Karena itu bahasa masyarakat mulai rusak dalam ukuran yang signifikan. Masyarakat mulai mencampuradukkan bahasa asli mereka dengan bahasa-bahasa serapan tanpa melakukan pemilahan. Diantara kosa kata serapan yang paling banyak diambil adalah kata benda, sedangkan kata-kata adjektif sedikit saja yang diadopsi. Banyaknya pengadopsian kata benda itu karena intensitas pemakaiannya lebih tinggi dibanding jenis kata yang lain.
Di awal kemunculannya bahasa amiyah tidak memiliki ciri-ciri pembeda yang jelas dari bahasa fusha. Setelah beberapa waktu, ragam bahasa ini mulai menampakkan ciri-cirinya dalam hal bunyi, pola, susunan kalimat, sintaksis, cara pengungkapan dan materi bahasanya secara umum. Mengenai hal itu dijelaskan al-Jahidz ketika membahas bahasa masyarakat peranakan arab (muwalladun).
C. Perbedaan Bunyi Bahasa Arab Fusha Dan Amiyah
Jika dipetakan secara garis besar, bahasa Arab terbagi atas dua ragam, yakni bahasa Arab baku (fusha) atau sering disebut formal language yang dipakai sebagai bahasa resmi, yang merupakan perkembangan kembali bahasa Arab Klasik dan bahasa yang dipakai dalam Al-Qur,an dan Hadits, dan bahasa Arab amiyah (bahasa sehari-hari, bahasa pasaran, atau bahasa gaul) atau sering disebut in-formal language yang dipakai sebagai bahasa komunikasi non-formal sehari-hari.
Kedua jenis ini masing-masing mempunyai dialek geografis. Perbedaan dialek geografis bahasa Arab baku tidak mencolok, misalnya /j/ diucapkan dengan [g] di Mesir, sementara di daerah Saudi Arabiah dan sekitarnya [g] adalah realisasi pengucapan dari /q/.
Kata-kata dalam tuturan bahasa Arab amiyah dialek Saudi Arabiah secara fonologis berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha. Variasi fonologis itu berupa:
1. penggantian bunyi
2. penambahan bunyi
3. pelesapan bunyi
1. Penggantian Bunyi
Penggantian dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi:
• Penggantian konsonan dengan konsonan
Penggantian konsonan dengan konsonan pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya terjadi pada tiga konsonan, yaitu konsonan /dz/, /ts/ dan /?/.
1) Perubahan /dz/ dari [ð] → [d]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia konsonan /dz/ (interdental frikatif bersuara) yang secara fusha diucapkan [ð] sering berubah menjadi /d/ (dentalveolar plosif bersuara). Perubahan ini biasa terjadi ketika /dz/ berposisi di akhir kata atau berada di akhir suku kata tertutup. Contoh:
تفضل خذ [tafaddal xuð] dibaca [tafaddal xud] 'Silakan ambil'
ذاالحين [ðal hi:n] dibaca [da hǽn] 'Sekarang'
2) Perubahan /ts/ dari [θ] menjadi [t]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /ts/ (interdendal frikatif tak bersuara) sering dilafalkan dengan [t] (interdental plosif tak bersuara). Contoh:
خذ في ثلاجة [xuð fi: θalla:jah] dibaca [xud fi: talla:jah] 'Ambil di kulkas'
ثمانية عشرة [θama:niya ašrah] dibaca [tama:nta ‘ašr] 'delapan belas'
3) Perubahan /?/ menjadi [y]
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah konsonan /?/ dalam sering berubah menjadi [y]. Contoh:
أبغى ماء [?bgha: ma:?] dibaca أبغى مويا [?abgha: muya] 'saya mau air'
أنا تائه [ana: ta:?ih] dibaca أنا تايه [ana: ta:yih] 'saya tersesat'
ستمائة [sittimi?ah] dibaca ستمية [sittimiya] 'enam ratus'
• Penggantian vokal dengan vokal
Penggantian vokal dengan vokal pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi penggantian /a/ dengan /i/, dan penggantian diftong /au/ dengan /o/ dan /ai/ dengan /e/. Contoh:
من أنت [man ?anta] dibacaمن أنت [min inta] 'siapa anda?'
أي شيئ تبغى [ayyu šai? tabgha] dibaca أيش تبغى [e:š tibgha] 'perlu apa?'
الثوب [al-θaub] dibaca [al-θo:b] 'pakaian'
2. Penambahan Bunyi
Penambahan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya ada di awal dan akhir kata, sedangkan penambahan di tengah kata tidak ditemukan.
• Penambahan bunyi di awal
Penambahan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah jarang terjadi. Satu-satunya data yang menunjukkan adanya penambahan bunyi di awal adalah pada frase من أين؟ [min ?aina?] ’dari mana?’. Frase tersebut dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia diucapkan من فين [min fe:n]. Di sini tambahannya berupa konsonan /f-/ yang mendahului ?aina setelah /?/ dilesapkan terlebih dahulu.
• Penambahan bunyi di akhir
Penambahan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah, yaitu penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim (kata ganti orang pertama tunggal) yang berfungsi sebagai enklitik. Contoh:
معي [ma’iy] dibaca معايا [ma’ay:a] 'Bersamaku'
أخي [?axiy] dibaca أخويا [?axuya] 'Saudaraku'
3. Pelesapan Bunyi
Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata.
• Pelesapan bunyi di awal
Pelesapan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya ditemukan dalam dua kata, yaitu seperti contoh berikut:
يا أخي [ya ?axiy] dibaca يا خوي [ya xu:ya] 'hai saudaraku!
أرني [?ariny] dibaca ريني [ri:ny] 'tunjukkan padaku'
• Pelesapan bunyi di tengah
Pelesapan bunyi di tengah kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal. Contoh:
على شأن [‘ala: ša?ni] dibaca علشان [‘alašan] 'karena'
ما عليه [ma: ‘alaih] dibaca معليش [ma‘leiš] 'tidak apa-apa'
لأيّ شيء [li?ayyi šay’] dibaca ليش [le:š] 'mengapa?'
خمسة عشر [xamsata ‘ašar] dibaca خمسة شر [xamstašar] 'lima belas'
• Pelesapan bunyi di akhir
Pelesapan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan ada juga yang berupa pelesapan silabel. Pelesapan konsonan biasanya terjadi pada isim mu’annats yaitu dengan cara pelesapan konsonan /h/ atau /t/ yang merupakan penanda feminin. Pelesapan vokal biasanya terjadi di akhir verba, sedangkan pelesapan silabel terjadi pada kata-kata tertentu. Contoh:
اللغة العربية [al-lugah al-‘arabiyyah] dibaca اللغ العربيّ [al-lugal-‘arabiyya]
تسكن [taskunu] dibaca تسكن [taskun] 'Anda tinggal'
وأنت [wa ?anta] dibaca وأن [wa ?an] 'dan kamu?'
الذي [al-laði:] dibaca الّي [el-le:] 'yang (kata penghubung)'

BAB III
KESIMPULAN

Bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Variasi fonologis itu dikelompokkan menjadi beberapa macam, yakni penggantian bunyi, penambahan bunyi, pelesapan bunyi.
Dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah, variasi yang berupa penggantian bunyi meliputi penggantian konsonan dengan konsonan dan vokal dengan vokal. Ada tiga konsonan yang mengalami perubahan, yaitu konsonan /dz/ → [d], /ts/ → [t] dan /?/→ [y], sedangkan perubahan vokal meliputi vokal /a/ → [i], diftong /ai/ → [e:], dan diftong /au/ → [o:].
Sedangkan penambahan bunyi hanya ada di awal dan akhir kata. Penambahan bunyi di awal jarang terjadi, sedangkan penambahan bunyi di akhir kata berupa penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim yang berfungsi sebagai enklitik.
Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata. Pelesapan bunyi di awal kata jarang terjadi. Pelesapan bunyi di tengah kata ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal. Pelesapan bunyi di akhir kata berupa berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan pelesapan silabel.

Senin, 01 Juli 2013

karya Gus Mus

Kang Amin

oleh : A. Musthofa Bisri



Seperti setiap kali Kiai Nur punya gawe, untuk perhelatan kali ini pun jauh-jauh hari orang-orang kampung sudah ikut sibuk. Paling tidak, sibuk membicarakannya. Soalnya, belum

pernah kiai pengasuh pesantren Tanwirul ‘Uqwul itu mengadakan perhelatan tidak

geden-gedenan. Selalu meriah. Apalagi ini

Walimatu ‘Urusy, resepsi pernikahan puterinya yang terakhir. Tutup Punjen, istilah Jawanya. “Kira-kira grup hadrah dan kasidah dari mana saja yang akan Kiai Nur undang untuk meramaikan pernikahan Ning Laila, ya?” “Kabarnya dari berbagai kota. Bahkan grup Rebana Ria yang sering tampil di tv itu juga akan ikut memeriahkan.”

“Qorinya saja dari Jakarta. Juara MTQ

Internasional.”

“Wah pasti ramai sekali, ya?!”

***



Malam hari, di kamarnya. Kang Amin tiduran telanjang dada. Mencoba tidur, tapi tidak bisa. Bukan hanya karena terlalu capek dan udara sangat panas, tapi terutama karena pikirannya yang kalut.

Dia memang agak capek. Seharian dia harus ke sana kemari mengurus ini-itu untuk keperluan perhelatan. Mulai ngurus surat keterangan di kelurahan, belanja, hingga pesan kursi dan pengeras suara.

Kang Amin memang sandaran ndalem, keluarga kiai. Hampir semua urusan rumah tangga ndalem dialah yang dipercayai menanganinya. Tapi Kang Amin tidak pernah mengeluh. Dia sudah biasa melakukan pekerjaan ndalem

dengan keikhlasan penuh. Baginya apa yang dilakukannya untuk keluarga ndalem adalah ibadah.

Sekarang ini pun dia seperti tidak merasakan capek. Justru pikirannyalah yang menyebabkan

matanya tak mau terpejam. Peristiwa demi peristiwa sejak dia ikut Kiai Nur sebagai khadam, melayani beliau dan keluarganya, muncul bagai gambar hidup.

Kang Amin memang orang ndalem paling senior dan kepercayaan Kiai Nur. Mendiang ibunya menitipkannya kepada Kiai sejak ia masih kecil. Dia tidak tinggal di gotakan bersama belasan santri seperti yang lain. Tidak seperti orang-orang ndalem lainnya, Kang Amin ditempatkan oleh Kiai Nur di kamar khusus di samping ndalem. Sendirian. Sehingga kapan saja

tenaganya diperlukan, tidak susah-susah

mencarinya. Kiai Nur dan Ibu Nyai sudah

menganggapnya seperti anak sendiri. Umumnya anak-anak santri pun menganggapnya keluarga ndalem.

Dia besar bersama Ning Romlah, puteri sulung Kiai Nur. Di madrasah pun sekelas terus, mulai Ibtidaiyah hingga tamat Aliyah. Dia lebih tua setahun dari Ning Romlah. Meski dekat, meski seperti saudara sendiri, Kang Amin tetap tahu diri. Tak pernah nglunjak, besar kepala, misalnya bersikap seperti gus. Dia menyadari bahwa dia hanyalah khadam, pembantu. Inilah yang menyebabkan seisi ndalem, khususnya Ning Romlah, menyukainya.

Sebagai manusia, Kang Amin tentu saja mempunyai perasaan tertentu terhadap gadis yang hampir setiap hari bergaul dengannya. Apalagi gadis itu, Ning Romlah, orangnya manis

dan tidak sombong. Dan yang paling menarik hati Kang Amin ialah sikap keibuannya. Kadang-kadang dia tergoda untuk menyatakan perasaannya, terutama kalau kebetulan menjumpai Ning Romlah sendirian.

Namun setiap kali dia batalkan niatnya justru karena melihat ketulusan Ning Romlah yang menganggapnya saudara sendiri.



Sampai akhirnya Ning Romlah kawin dengan Gus

Ali. Kang Amin memang sempat kecewa dan uring-uringan sendiri. Tapi melihat kebaikan Gus Ali, hatinya pun akhirnya luluh juga. Seperti biasa, dengan ikhlas, Kang Amin menjadi “seksi sibuk” dalam perhelatan pujaan hatinya itu.



Setelah Ning Romlah diboyong Gus Ali, hati Kang Amin serasa kosong, seperti orang ditinggal mati kekasih. Beberapa saat dia terlihat sering termenung. Namun hal itu tidak berlangsung lama karena Ning Ummi, Ummi Salamah, adik Ning Romlah, seperti sengaja diutus Tuhan untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan kakaknya.

Ning Ummi yang pemalu, yang selama ini –tidak seperti kakaknya, Ning Romlah– jarang berbicara dengan Kang Amin, tiba-tiba seperti berubah. Dia kelihatan tak lagi menjaga jarak.



Ketika tak lama kemudian menjadi akrab dengan

Kang Amin, ternyata di mata Kang Amin, Ning Ummi tidak kalah menarik dari kakaknya. Apalagi Ning Ummi, meskipun pada dasarnya pemalu, seringkali mampu mengeluarkan ungkapan-ungkapan lucu yang tak terduga.



Begitulah, semakin hari kedekatan Kang Amin dengan Ning Ummi, meski tak mencolok, semakin terasa, terutama dalam hati Kang Amin sendiri. Bahkan lebih dari Ning Romlah dulu, dengan adiknya yang pemalu ini Kang Amin merasa menjadi pelindung yang selalu ingin menjaganya. Boleh jadi ini dikarenakan oleh sikap Ning Ummi yang begitu “meng-adik” dan seperti selalu minta perhatian.

Bila Kang Amin kebetulan banyak urusan di luar, misalnya, sehingga lama tak muncul di ndalem, selalu saja ada orang ndalem yang menyampaikan pesan Ning Ummi: “Kang, sampeyan ditanyakan Ning Ummi.” Atau bila bertemu sendiri kemudian, Ning Ummi biasa

menyambutnya dengan nada seperti orang marah, “Kemana saja sih sampeyan, seharian kok tak kelihatan batang hidungmu?”

Bila kebetulan Kang Amin akan pergi ke luar kota melaksanakan perintah Kiai, Ning Ummi biasa mengantar kepergiannya dengan kalimat khasnya,

“Awas, jangan lama-lama lho, Kang!”

Ungkapan-ungkapan seperti ini bagi Kang

Amin merupakan cermin dari kerinduan dan rasa sayang, sesuatu yang membuat hatinya semakin tertambat kepada puteri kedua kiainya ini.



Sampai suatu hari Kang Amin dipanggil Kiai. Seperti biasa, tanpa pendahuluan ini-itu, Kiai langsung menyampaikan maksudnya.

“Min, kamu rombongan tamu yang dua

mobil kijang kemarin itu adalah keluarga

Kiai Makmun dari Jawa Barat. Kiai Makmun melamar adikmu, Ummi, untukputeranya yang baru lulus dari Universitas Ummul Qura Mekkah. Alhamdulillah, kami sudah menyepakati akad dan

walimahnya nanti bulan Syawal ini.”



Tak perlu diceritakan lagi betapa berita ini

mengguncang perasaan Kang Amin. Untung Kiai tidak memperhatikan wajahnya yang menjadi pucat seketika.

Sambil beranjak dari kursi goyangnya, Kiai berpesan, “Kamu siap-siap. Semua urusan sampai dengan hari pelaksanaan akad dan walimah saya serahkan kepadamu. Kan kamu sudah berpengalaman saat adikmu, Romlah,

kawin dulu.”



Lama setelah Kiai pergi meninggalkannya

sendiri untuk mengajar, Kang Amin seperti

terpaku di tempat duduknya. Pikirannya tak karuan. Sama atau lebih dari waktu Ning Romlah dilamar Gus Ali. Untuk kedua kalinya Kang Amin terpukul sekali. Mungkin sudah menjadi nasib Kang Amin atau takdir memang mengaturnya sedemikian rupa.



Ditinggalkan Ning Ummi, hanya beberapa lama dia seperti linglung. Setelah itu dia kembali seperti sebelumnya. Dia kembali bersemangat seperti mendapat obat kuat.

Kali ini “obat kuat”-nya adalah Ning Laila, puteri bungsu Kiai. Ning Laila yang lincah. Ning Laila

yang semanak dan suka bicara ceplas-ceplos.

Ah, mengapa selama ini aku tidak memperhatikan kijang elok ini, pikir kang Amin. Mungkin perhatiannya selama ini tersita habis oleh Ning Romlah, kemudian oleh Ning Ummi, hingga kurang menghiraukan si bungsu yang

dianggapnya masih ingusan.

Ah. Ning Laila yang lincah dan menggemaskan

ini tidak hanya mampu mengisi kekosongan hati Kang Amin, tapi sudah membuat tekadnya bulat: pada saatnya dia akan nekat matur kepada Kiai. Apa pun yang akan terjadi, dia harus meminang Ning Laila. Harus. Sudah dua

kali aku kecewa, mudah-mudahan kali ini

datang keberuntunganku, batin Kang

Amin penuh harap.



Tapi, seperti kata pepatah kuno, untung tak bisa diraih malang tak bisa ditolak. Belum sempat Kang Amin matur kepada Kiai, lagi-lagi geledek menyambar di siang bolong. Kali ini lebih parah lagi, karena geledek itu muncul langsung dari mulut Ning Laila.

“O, Ning Laila, sampai hati benar kau!” jerit hati Kang Amin ketika si bungsu centil itu tiba-tiba memintanya mengarangkan undangan untuk

pernikahannya dengan Gus Zaim, sepupunya sendiri.

Di kamarnya Kang Amin tertawa kecut sendiri. ***



Walimatul ‘ursy Ning Laila dan Gus Zaim benar-benar luar biasa meriah. Semua orang tampak sibuk. Tiga hari tiga malam tamu-tamu terus mengalir, berdatangan entah dari mana saja. Kedua mempelai yang tampak sumringah menjadi pusat perhatian. Keduanya seperti tak mengenal lelah karena bahagia.



Kiai Nur sendiri, yang sebenarnya kurang sehat badan, kelihatan berusaha menyembunyikan

kepucatan wajahnya dalam senyum yang

beliau tebarkan ke sana kemari.



Lalu di mana Kang Amin? Dalam hiruk-pikuk

keramaian begitu, siapa pula yang ingat

Kang Amin?

***



Sejak pernikahan Ning Laila dengan Guz

Zaim, tak banyak yang bisa diceritakan tentang keluarga ndalem Kiai Nur, kecuali tentu saja peristiwa kewafatan Kiai Nur sendiri beberapa bulan setelah itu.



Tapi setengah tahun setelah kewafatan Kiai Nur, ada peristiwa besar yang benar-benar mengejutkan dan menggegerkan.

Anda pun pasti tak percaya: Kang Amin kawin

dengan Nyai Jamilah, janda Kiai Nur.

**

Rembang, 11 Juli 2002

Jumat, 28 Juni 2013

la la la

La adreilla g0lel
la ar0illa dz0hrn
aqsidan laubali wa lanubali
lakenila astathe'
lianne. . . . .la adre
ya salaam
Robby arinal haqo haq0 warzuqnat tiba'ah