Selasa, 18 Juni 2013

andaii,,

“Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah".”
(QS An-Naba’, ayat 40)
يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَاباً
Masih ingat dengan kalimat diatas? Ya, itu adalah penggalan dari ayat terakhir surat An-Naba’. Ayat yang menceritakan keadaan para kafir di akhirat. “Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah”. “Kenapa tak Kau jadikan aku debu, Tuhan”. “Andai aku juga dirubah menjadi debu”. Itu adalah kalimat yang terucap oleh para kafir saat melihat Allah menjadikan para hewan menjadi debu, sehingga tidak merasakan siksa.
Diceritakan dari Abi Hurairah: Sesungguhnya Allah mengumpulkan hewan, burung dan manusia di padang Mahsyar, lalu Allah berfirman pada hewan dan burung, jadilah debu! Maka pada saat itu para kafir berkata “andai aku juga dirubah menjadi debu”.
Dalam tafsir Qurthubi, perkataan itu bukan dikatakan oleh para kafir, namun seorang mukmin. Beberapa pendapat menyebutkan satu nama yang berbeda, seperti Ubay Ibn Khalf, ‘Uqbah Ibn Abi Mu’ith, Abu Jahl, dll. pendapat lain mengatakan bahwa pengucap disini adalah semua orang yang menyaksikan pembalasan dihari tersebut, cukup dengan melihat kalimat sebelumnya (dalam ayat tersebut,red) yakni “pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya”.
Sedang menurut As-Sa’labi sang pengucap disini adalah iblis yang pada awalnya menghina nabi Adam yang diciptakan dari tanah, dan sombong sebab ia diciptakan dari api. Yakni diucapkan pada saat melihat keadaan anak Adam yang diberi pahala dan kasih sayang, sedang ia disiksa. Ia berharap menjadi seperti Adam yang diciptakan dari tanah, bukan dari api.
Sedangkan Ibn Katsir dalam tafsirnya mengatakan: Pada hari itu para kafir berfikir, andai saja dulu (saat didunia) aku hanya sebutir debu, tidak diciptakan dalam bentuk manusia, tentu aku akan merasa senang. Ucapan itu mereka katakan saat melihat siksa Allah di akhirat, dan segala perbuatan buruk mereka yang telah dicatat malaikat.
Terlepas dari perbedaan pendapat dan pemahaman diatas, kita sebagai manusia berakal seyogyanya mampu mengambil hikmah, dengan memanfaatkan keadaan diri untuk senantiasa menjadi hamba yang bertaqwa, agar kelak kita tidak termasuk golongan yang berkata يَا لَيْتَنِي كُنْتُ تُرَاباً
Walloh a’lam..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar