Kamis, 02 Mei 2013

ANALISIS DAN LINGUISTIK KONTRASTIF

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kajian linguistik bahwa seseorang yang mampu berbicara dua bahasa secara bergiliran disebut dwibahasawan, hampir mayoritas masyarakat mempunyai kemampuan untuk menguasidwi bahasa, bahasa yang pertama kali dikuasai disebut bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) merupakan bahasa yang pertama kali dia gunakan dalam lingkungan keluarga maupunlingkungan sosialnya.
Kemudian bahasa yang kedua dipelajari disebut bahasa kedua (B2), dan ini diperoleh ketika anak berinteraksi dengan lingkungan nya yang lebih luas. Bahasa ketiga, namun istilah ini lebih dikenal dalam istilah linguistik dengan istilah bahasa asing.
Namun seringkali perbedaan antara bahasa pertama dan kedua menjadi kendala dalam pembelajaran bahasa kedua. Perbedaan inilah yang menarik untuk dibicarakan, diteliti dan dipahami. Dalam makalah ini kami akan membahas sedikitnya tentang perbedaan-perbedaan tersebut mencakup analisis kontrastif dan linguistik kontrastif.
BAB II
ANALISIS DAN LINGUISTIK KONTRASTIF
Dalam bidang linguistik, pemakaian istilah-istilah bahasa ibu, bahasa nasional dan bahasa asing atau lebih dikenal dengan bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing tidak hanya taksonomis, melainkan terlebih mempunyai implikasi sosiologis.
Lebih jauh penguasaan sebuah bahasa oleh seorang anak dimulai dengan perolehan bahasa pertama yang sering kali disebut bahasa ibu (B1). Pemerolehan bahasa merupakan sebuah proses yang sangat panjang sejak anak belum mengenal sebuah bahasa sampai fasih berbahasa. Setelah bahasa ibu diperoleh maka pada usia tertentu anak belajar bahasa lain atau bahasa kedua (B2) yang ia kenal sebagai khazanah pengetahuan yang baru. Bahasa kedua akan dikuasai secara fasih apabila bahasa pertama (B1) yang diperoleh sebelumnya sangat erat hubungannya (khususnya bahasa lisan) dengan bahasa kedua tersebut.Hal itu memerlukan proses, dan kesempatan yang banyak.
Kefasihan seorang anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan banyak maka kefasihan berbahasanya semakin baik.
Di dalam pembelajaran B2 kepada siswa akan dijumpai kebiasaan-kebiasaan B1 digunakan kedalam B2. Kebiasaan ini bisa berupa sistem B1 yang digunakan ke dalam B2. Padahal kedua bahasa tersebut memiliki sistem yang berbeda. Hal ini akan menjadi kendala dalam pembelajaran B2, untuk itu muncul istilah analisis kontrastif dan linguistik kontrastif.
A. Analisis Kontrastif
Analisis dapat diartikan sebagai semacam pembahasan atau uraian. Yang dimaksud dengan pembahasan adalah proses atau cara membahas yang bertujuan untuk mengetahui sesuatu dan memungkinkan dapat menemukan inti permasalahannya. Permasalahan yang ditemukan itu kemudian dikupas, dikritik. diulas, dan akhirnya disimpulkan untuk dipahami.
Menurut Moeliono, analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
Sedangkan kontrastif dapat diartikan sebagai perbedaan atau pertentangan antara dua hal. Moeliono menjelaskan bahwa kontrastif diartikan sebagai bersifat membandingkan perbedaan.
Analisis kontrastif, seperti yang dikemukakan Mansur, adalah merupakan pendekatan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan teknik perbandingan antara bahasa ibu dengan bahasa sasaran. Perbandingan tersebut akan menghasilkan persamaan, kemiripan, dan perbedaan sehingga guru dapat memprediksi kesulitan belajar dan kesalahan belajar, menyusun bahan pengajaran, dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Menurut pendapat Tarigan, analisis kontrastif adalah kegiatan untuk membandingkan struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran serta langkah-langkah struktur bahasa ibu dan bahasa sasaran, mempredeksi kesulitan belajar, menyusun bahan pengajaran dan mempersiapkan cara-cara menyampaikan bahan pengajaran.
Berdasarkan pengertian diatas, analisis kontrastif adalah kegiatan membandingkan persamaan dan perbedaan antara bahasa ibu dan bahasa sasaran. Sehubungan dengan ini kemudian muncul istilah linguistik kontrastif yang merupakan cabang ilmu bahasa.
Pranowo mengatakan bahwa analisis kontrastif memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:
1. Memberikan wawasan tentang perbedaan dan persamaan antar bahasa pertama dan bahasa yang akan dipelajari
2. Menjelaskan dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul dalam belajar bahasa kedua
3. Mengembangkan bahan pelajaran bahasa kedua
4. Membantu siswa untuk menyadari kesalahan dalam berbahasa sehingga siswa dapat menguasai bahasa yang sedang dipelajari dalam waktu yang tidak terlalu lama
B. Linguistik Kontrastif
Menurut pendapat para linguis modern, pengajaran bahasa didasarkan pada beberapa prinsip, prinsip yang terpenting antara lain linguistik kontrastif. Linguistik kontrastif yaitu salah satu cabang ilmu bahasa yang membandingkan dua bahasa dari segala komponennya secara sinkronik sehingga ditemukan perbedaan dan kemiripan. Dari hasil temuan itu, dapat diduga adanya berbagai penyimpangan, pelanggaran, atau kesalahan yang mungkin dilakukan para dwibahasawan.
Objek kajian linguistik kontrastif adalah pengkontrasan antara dua bahasa atau dua dialek atau bahasa dan dialek, yaitu antara dua tataran bahasa yang semasa.
Linguistik kontrastif bertujuan membuktikan perbedaan-perbedaan antara dua tataran. Oleh karena itu, ia pada prinsipnya mengacu pada linguistik deskriptif. Apabila kedua tataran bahasa itu terdeskripsikan secara cermat melalui satu metode bahasa, maka setelah itu keduanya dapat dikaji melalui metode kontrastif.
Konfirmasi perbedaan antara kedua tataran bahasa dapat memperjelas aspek-aspek kesulitan dalam pengajaran bahasa. Apabila seorang penutur bahasa Inggris ingin belajar bahasa Arab, maka kesulitan yang dihadapi pertama kali merujuk keperbedaan bahasa ibu, yaitu bahasa Inggris dengan bahasa yang ia pelajari, yaitu bahasa Arab. Ada perbedaan individual yang membuat sebagian mereka mampu mempelajari bahasa asing lebih cepat daripada yang lainnya. Akan tetapi linguistik kontrastif tidak memperhatikan perbedaan-perbedaan ini, melainkan memperhatikan perbedaan yang objektif.
Oleh karena itu, ia mengkontraskan dua tataran bahasa dengan tujuan mengkaji aspek-aspek perbedaan di antara keduanya dan mengidentifikasi kesulitan yang diakibatkan oleh perbedaan itu. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para penutur bahasa Jepang dalam mempelajari bahasa Arab tidak sama dengan kesulitan yang dihadapi oleh para penutur bahasa Indonesia ketika mereka belajar bahasa Arab. Menentukan kesulitan yang objektif dapat dilakukan melalui pengkontrasan antara bahasa ibu dan bahasa sasaran.
Berikut ini beberapa pengkontrasan antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab:
a. Kontrastif Vokal Bahasa Indonesia dan Arab
Vokal bahasa Indonesia dan bahasa Arab mempunyai perbedaan yaitu:
1. Vokal bahasa Indonesia varian fonemnya lebih banyak dibanding bahasa Arab. Bahasa Indonesia berjumlah sepuluh fonem sedang Arab hanya ada tiga fonem.
2. Vokal dalam bahasa Arab bisa mempengaruhi panjang pendek kata/ kalimah di mana panjang pendeknya itu mempengaruhi makna. Sedangkan vokal dalam bahasa Indonesia tidak dapat dipanjang-pendekkan dan tidak mempengaruhi makna.
3. Di dalam bahasa Arab hanya ada monoftong, tidak ada diftong, berbeda dengan bahasa Indonesia yang mempunyai vokal diftong.
4. Vokal bahasa Arab ketika berdiri sendiri dapat menjadi sebuah kata dan mempunyai makna, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak dapat berdiri sendiri harus bergabung dengan fonem yang lain dalam membentuk kata dan makna.
b. Kontrastif antara Konsonan Arab dengan Konsonan Indonesia
1. Konsonan yang bersamaan
a. B dan Ba bilabial/letupan/bersuara
b. M dan Mim bilabial/nasal/bersuara
c. W dan Waw bilabial/geseran/bersuara
d. F dan fa labiodental/geseran/tidak bersuara
e. K dan kaf dorsovelar/letupan/tidak bersuara
f. Q dan qaf dorsouvular/letupan/bersuara
g. H dan Ha pharyngal/geseran/tidak bersuara
2. Konsonan yang Berbeda Sifat atau Makhraj
a. sin (apikodental/geseran/tidak bersuara), sedangkan S (laminoalveolar/ geseran/tidak bersuara)
b. zai (apikodental/geseran/bersuara), sedangkan Z (laminoalveolar/geseran/ bersuara)
c. ta (apikoalveolarl/letupan/tidak bersuara), sedangkan T (apikodental/letupan/tidak bersuara)
d. dal (apikoalveolar/letupan/bersuara), sedangkan D (apikopalatal/letupan/bersuara)
e. lam (apikoalveolar/sampingan/bersuara), sedangkan L (apikoalveolar/sampingan/ bersuara)
f. nun (apikopalatal/sampingan/bersuara), sedangkan N (apikoalveolar/geseran/nasal/bersuara)
g. ra (apikopalatal/geseran/nasal/bersuara), sedangkan R (apikoalveolar/geseran/berulang/bersuara
h. syin (apikopalatal/geseran/tidak bersuara), sedangkan Sy (laminoalveolar/geseran/tidak bersuara)
i. jim (apikopalatal/letupan/bersuara), sedangkan J (mediopalatal/campuran/bersuara)
j. ya (apikopalatal/gesera/bersuara/semivokal), sedangkan Y (mediopalatal/geseran/bersuara/semivokal)
k. ghain (faringal/geseran/bersuara), sedangkan G (dorsovelar/geseran/bersuara)
l. kha (faringal/geseran/tidak bersuara), sedangkan Kh (dorsovelar/geseran/tidak bersuara)
m. hamzah (faringal/letupan/bersuara), sedangkan hamzah (glottal/letupan/antara)
BAB III
KESIMPULAN

Kefasihan seorang anak untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung adanya kesempatan untuk menggunakan kedua bahasa itu. Jika kesempatan banyak maka kefasihan berbahasanya semakin baik.
Di dalam pembelajaran B2 kepada siswa akan dijumpai kebiasaan-kebiasaan B1 digunakan kedalam B2. Kebiasaan ini bisa berupa sistem B1 yang digunakan ke dalam B2. Padahal kedua bahasa tersebut memiliki sistem yang berbeda.
Secara khusus analisis kontrastif atau lebih populer disingkat anakon adalah kegiatan memperbandingkan struktur bahasa ibu atau bahasa pertama (Bl) dengan bahasa yang diperoleh atau dipelajari sesudah bahasa ibu yang lebih dikenal dengan bahasa kedua (B2) untuk mengidentifikasi perbedaan kedua bahasa tersebut.
Linguistik kontrastif bertujuan membuktikan perbedaan-perbedaan antara dua tataran. Oleh karena itu, ia pada prinsipnya mengacu pada linguistik deskriptif. Apabila kedua tataran bahasa itu terdeskripsikan secara cermat melalui satu metode bahasa, maka setelah itu keduanya dapat dikaji melalui metode kontrastif. Konfirmasi perbedaan antara kedua tataran bahasa dapat memperjelas aspek-aspek kesulitan dalam pengajaran bahasa.
DAFTAR PUSTAKA

- Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta
- Mansur. 1989. Analisis Kesalahan. Ende: Nusa Indah
- Moeliono, A.M. 1988. Sikap Bahasa Yang Bertalian Dengan Usaha Pengembangan Dan Pembinaan Bahasa. Makalah dalam kongres bahasa V. Jakarta
- Pranowo. 1996. Analisis Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
- Samsuri. 1981. Analisis Bahasa. Jakarta. Erlangga
- Tarigan. 1990. Pengajaran Analisis Bahasa. Bandung:Angkasa

PUISI ARAB MASA ISLAM

PUISI ARAB MASA ISLAM
A. Perkembangan Puisi Arab Masa Islam
Berbicara sastra pada awal Islam tentu tidak dapat dipisahkan dari pengaruh al-Quran sebagai karya sastra agung yang di turunkan ditengah-tengah bangsa Arab yang telah maju dalam bidang sastra. Sebagaimana kita ketahui, al-Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad yang isinya sarat dengan mukjizat.
Al-Quran mencerai-beraikan semua norma keunggulan sastra yang pernah dikenal bangsa Arab. Setiap ayat al-Quran sesuai dan memenuhi norma sastra yang pernah dikenal, dan bahkan mengunggulinya.
Kaum muslim berusaha dengan tekun mempelajari al-Quran sebagai karya sastra dan mengungkap rahasia keindahan dan kemukjizatannya. Sastra pada periode ini dengan jelas menggambarkan kepada kita tentang kehidupan masyarakat islam yang bergitu gemilang jauh dari kekacauan, sebuah lembaran sejarah yang paling indah, kita baca baris-barisnya yang akan menghembuskan aroma keikhlasan, memperlihatkan cahaya tauhid dan menampakkan sebuah semangat yang mampu merontokkan gunung, dan menundukkan berbagai macam kesulitan.
Lembaran sejarah itu telah ditulis dengan darah para syuhada yang kelak pada hari kiamat akan menebarkan bau wangi bak minyak misik, baris-baris mutiara itu ditulis oleh tangan-tangan yang suci dan hati yang sehat nan tulus. sebuah masa dimana kehidupan begitu tenteram dikarenakan keimanan yang ada pada hati-hati mereka. Pada periode ini sastra pun berkembang sesuai dengan ruh keislaman.
Sedangkan style dan lafadz yang digunakan itu banyak menggunakan istilah-istilah keagamaan karena pemilihan lafaznya cukup ketat yaitu merujuk pada al-Quran, lafadznya pun bukan dari lafadz asing serta mendominasi uslub perkotaan (hadlar) di atas gaya bahasa pedalaman (badiyah).
Banyak sekali tokoh-tokoh sastrawan dari bangsa arab, baik itu penyair maupun prosais. Jika pada masa jahiliyah banyak terdapat syi’ir yang bertemakan ghazal, madah, hija’ dan fakhr, Islam datang membawa perubahan. Sejak Islam datang banyak banyak para penyair yang menulis syi’irnya dengan mengambil rujukan dari al-Quran dan Hadits Nabi. Diantara nama-nama tokoh/ penyair masa Islam adalah,
• Ka’ab ibn Malik al-Anshari
• Abdullah ibn Rawahah
• Hasan ibn Tsabit
• Al-Hutay’ah
Pengaruh Islam terhadap bahasa Arab, diantaranya adalah:
• Berkembangnya pemakaian bahasa Arab dikalangan muslim
• Meluasnya perbendaharaan bahasa Arab
• Bahasa Arab bertambah halus
• Bertambah tinggi nilai sastranya
Pengaruh al-Quran terhadap sastra Arab, diantaranya adalah:
• Sebagai pendorong pada semua materi sastra Arab
• Para sastrawan banyak menukil pola baru dari al-quran
• Menjadi sebab berkembangnya ilmu balaghoh
• Memotivasi para peneliti sejarah klasik berkenaan dengan umat terdahulu dan para nabi
B. Tujuan Puisi Masa Islam
Puisi masa Islam ditinjau dari tujuan dan seninya, arti dan intisarinya, lafadz dan gaya bahasanya, wazan dan qafiyahnya adalah sebagai berikut:
1. Menyebarkan akidah agama dan anjuran untuk mengikutinya
2. Dorongan untuk berperang dan berjihad dijalan Allah
3. Hija’, yakni membela Islam dan menyerang musyrikin
4. Penggambaran peperangan dan penguasaan terhadap kota-kota serta bagaimana cara mengepungnya
5. Pujian, pada prinsip dasar Islam pujian tidak boleh berlebihan
6. Penggunaan kata pengantar cinta dan cumbu rayu halus

C. Tingkatan Penyair Masa Islam
Pada masa permulaan Islam, muncul empat tingkatan para penyair, yakni:
1. Kelompok yang meninggalkan puisi dan hanya focus untuk beribadah kepada Allah, seperti Labid ibn Rabi’ah
2. Kelompok yang melakukan penindasan pada nabi dan mengejeknya, seperti Abu Sufyan ibn Abdul Mutholib dan Ka’ab ibn Asyraf
3. Kelompok yang menjadi penolong nabi, seperti Hassan ibn Tsabit, Ka’ab ibn Malik, Abdullah ibn Rawahah, Ka’ab ibn Zuhair
4. Kelompok yang tetap berpuisi seperti sebelumnya, tapi juga menjauhi apa yang dilarang oleh Islam, seperti Abu Dahbal al-Jahiy, al-Nabighoh al-Ja’diy dll.

BAB III
KESIMPULAN

Islam datang membawa perubahan bagi kebanyakan masyarakat Arab, baik itu dalam bidang sosial, budaya, politik maupun intelektual.
Puisi-puisi pada masa Islam pun berkembang. Puisi pada masa Islam ini sedikit berbeda dengan puisi-puisi pada masa jahiliyah. Karakteristik puisi pada masa Islam yaitu menggunakan al-Quran dan Hadis sebagai rujukan dan menjauhi hal-hal yang bersifat jahiliyah dan bertentangan dengan ruh keislaman.
Sedangkan style dan lafadz yang digunakan itu banyak menggunakan istilah-istilah keagamaan karena pemilihan lafaznya cukup ketat yaitu merujuk pada al-Quran, lafadznya pun bukan dari lafadz asing serta mendominasi uslub perkotaan (hadlar) di atas gaya bahasa pedalaman (badiyah).


DAFTAR PUSTAKA

- Al-Hasyim, Juzif, 1968, AL-Mufid Fi Al-Adab Al-Arabiy, Beirut: Al-Maktab Al-Tijariy,
- Al-Iskandari, Ahmad Dan Mushtofa Anany, 1916, Al-Wasith Fi Al-Adab Al-Araby Wa Tarikhuhu, Mesir: Dar Al-Maarif,
- Al-Maliji, Khasan Khamis, 1989, Al-Adab Wa Al-Nushush Li Ghair Al-Nathiqin Bi Al-Arabiyah, Riyadl: Jami’ah Al-Malik Al-Su’udiyah,
- Al-Muhdar, Yunus Ali Dan Bey Arifin, 1983, Sejarah Kesusastraan Arab, Surabaya: PT. Bina Ilmu,
- Dhaif, Syauqi, 2001, Al-‘Ashru Al-Islami, Cairo: Darul Ma’arif,
- Farukh, Umar, 1981, Al-Manhaj Al-Jadid Fi Al-Adab Al-Arabi, Beirut: Darul Ilmi Li Al-Malayin,
- Wargadinata, Wildana Dan Laily Fitriyani, 2008, Sastra Arab Dan Lintas Budaya, Malang: Uin Malang Press,